Krisis Sampah Plastik, Peran Aktif Korporasi Penting untuk Wujudkan Target Pemerintah
Pemerintah sendiri telah menargetkan pengurangan sampah hingga 30 persen dan pengurangan sampah plastik ke laut hingga 70 persen pada tahun 2025.
Penulis: Nurfina Fitri Melina
Editor: Bardjan
Untuk mengatasi timbulan sampah plastik, termasuk di dalamnya sampah plastik AMDK, pemerintah telah meresmikan Peraturan Menteri (Permen) LHK RI No. 75 Tahun 2019 mengenai Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen. Terdapat tiga bidang usaha yang disoroti yaitu produsen di bidang manufaktur, jasa makanan dan minuman, dan juga ritel.
Pengkampanye Perkotaan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nasional, Ghofar, menyebutkan bahwa secara umum isi aturan ini sudah lumayan konkret.
Selain itu, tiga bidang usaha tersebut menurut Ghofar juga memiliki peran yang besar terhadap situasi sampah plastik dan berdiri di antara produsen plastik, termasuk produsen AMDK, dan masyarakat yang mengonsumsi barang kemasan yang menghasilkan sampah itu.
Baca juga: Cleo Minta Pengusaha AMDK Kreatif dan Inovatif dalam Hadapi Rencana Pelabelan BPA
"Jadi perusahaan dalam tiga jenis ini diminta untuk menyetor rencana aksi program selama 2019 sampai 2030. Perencanaan selama 10 tahun ke depan bagaimana. Kemasan yang daur ulang diapakan dan sebagainya. Jadi, Idealnya patuh submit peta jalan dan menjadi kewajiban,” jelas Ghofar pada Tribunnews, Sabtu (14/5/2022).
Dalam Permen LHK RI No. 75 Tahun 2019 ini produsen diwajibkan untuk membatasi timbunan sampah dan mendaur ulang sampah melalui penarikan kembali serta memanfaatkan kembali sampah.
Hal ini dapat dimulai dengan mendesain kemasan yang dapat didaur ulang, diguna ulang, atau dikomposkan, sampai dengan membangun sistem penarikan kembali sampah kemasan untuk didaur ulang sebagai bagian dari penerapan ekonomi sirkular, termasuk untuk produsen AMDK yang tak bisa lepas dari penggunaan kemasan plastik.
Masyarakat setuju korporasi berperan penting
Menurut laporan yang disusun Greenpeace Indonesia, korporasi dan pemerintah memainkan peran penting dalam mendorong pengurangan konsumsi plastik.
Meskipun benar bahwa masyarakat harus secara aktif mengurangi penggunaan plastik rumah tangga, kontribusi korporasi diperkirakan akan mempercepat hasil perbaikan lingkungan yang diinginkan.
Menurut survei terhadap 623 responden, lebih dari separuh responden memandang produsen atau distributor sebagai pihak yang paling bertanggung jawab untuk mengurangi kemasan plastik.
Banyak masyarakat percaya korporasi bertanggung jawab dalam hal ini, karena masyarakat hanya dapat memilih berdasarkan ketersediaan di pasar. Mereka berharap produsen lebih proaktif dalam menangani isu kemasan plastik.
Survei Greenpeace pun menyebutkan, hampir 90 persen dari total responden setuju bahwa korporasi harus bertanggung jawab dalam mengurangi kemasan plastik.
Selain itu, mereka menilai pengelolaan sampah pasca digunakan konsumen, misalnya melalui pendauran ulang atau penggunaan ulang kemasan, sangat penting dilakukan korporasi sebagai upaya perbaikan atas dampak lingkungan yang ditimbulkan.
Sebagai contoh, penerapan ekonomi sirkular dapat jadi bentuk tanggung jawab korporasi dalam mengurangi sampah plastik di Indonesia.