Tak Ada yang Mewarisi, Ibadah Berbahasa Belanda di GPIB Immanuel Jakarta Hilang Termakan Zaman
GPIB Immanuel Jakarta yang berlokasi di Gambir, Jakarta Pusat ini punya prosesi ibadah yang di mana dalam keseluruhan prosesinya menggunakan bahasa
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - GPIB Immanuel Jakarta yang berlokasi di Gambir, Jakarta Pusat ini punya prosesi ibadah yang di mana dalam keseluruhan prosesinya menggunakan bahasa Belanda.
Namun sayang, prosesi yang merupakan warisan dari era kolonial ini hilang termakan zaman.
Ketua Majelis Jemaat GPIB Immanuel, Abraham Ruben Persang mengatakan prosesi ibadah menggunakan bahasa Belanda ini sudah ditiadakan sejak tiga tahun lalu ketika tak ada lagi para penerus yang mampu berbahasa Belanda dalam menjalankan prosesi ibadah.
Disebabkan usia senja yang menjelang, orang-orang yang dapat memimpin prosesi ibadah dengan bahasa Belanda ini perlahan-lahan jumlahnya menipis. Ditambah lagi tidak ada upaya untuk mewariskan keahlian ini kepada jemaat yang lebih muda.
"Jadi memang ada satu jam Ibadah yang berbahasa Belanda, sampai tahun sekitar 2018 2019. Karena yang dulu-dulu itu kan sudah makin tua, banyak yang meninggal. Dan rupaya mereka tidak mewariskan itu kepada yang muda-muda," jelas Abraham kepada Tribunnews.com, Kamis (26/5/2022) lalu, usai memimpin ibadah Hari Kenaikan Isa Alamasih.
Orang-orang yang memimpin prosesi ibadah dengan Bahasa Belanda di GPIB Immanuel ini merupakan orang Indonesia yang berasal dari Indonesia bagian timur seperti Ambon, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Mereka orang Indonesia yang dulu tinggal di belakang gereja ini. Jadi memang orang-orang yang dibawa oleh orang Belanda, begitu. Jadi orang Ambon dari Maluku, sama dari Timur dari NTT. Mereka diberi tempat di Gatot Subroto. Itu tempat mereka dulu. Lalu Sebagian dari mereka sudah dipindahkan ke Cengkareng, sama ada yang di Tanjung Priok sana," ucap Abraham.
Selain tak ada yang mewarisi, sedikitnya atau bahkan kerap tak ada jemaat yang datang ke GPIB Immanuel ini yang merupakan warga negara Belanda, menjadi alasan lain pihak GPIB Immanuel merasa prosesi ibadah berbahasa Belanda ini bukan lagi sebuah kebutuhan.
Namun meski begitu, jika nantinya proses ibadah yang merupakan sebuah warisan ini menjadi sebuah kebutuhan kembali dalam masa mendatang, tentu tidak akan menutup kemungkinan menurut Abraham akan diakomodir dan dilaksanakan kembali prosesi ibadah berbahasa Belanda ini.
Dalam prosesi ibadah, bahasa Belanda diterapkan secara penuh baik oleh pendeta yang memimpin, diakon yang bertugas, hingga doa, dan pujian yang dilantunkan.