KPK Selisik Aliran Uang ke Richard dari Pihak Swasta yang akan Ikuti Lelang Pengadaan di Ambon
Lewat Karen, tim penyidik berusaha menyelisik ihwal aliran uang yang diterima Wali Kota nonaktif Ambon Richard Louhenapessy (RL) dari pihak swasta
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa Karen Wolker Dias, PNS/Koordinator Perwakilan Pemkot Ambon di Jakarta 2016-sekarang pada Jumat (27/5/2022).
Lewat Karen, tim penyidik berusaha menyelisik ihwal aliran uang yang diterima Wali Kota nonaktif Ambon Richard Louhenapessy (RL) dari pihak swasta, khususnya yang akan mengikuti lelang proyek pengadaan di Pemkot Ambon.
"Dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan adanya berbagai aliran penerimaan sejumlah uang oleh tersangka RL dari beberapa pihak swasta khususnya yang akan mengikuti lelang proyek pengadaan di Pemkot Ambon," kata Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri lewat keterangan tertulis, Sabtu (28/5/2022).
Baca juga: Kasus Suap Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy, KPK Periksa Direktur PT Gemilang Multi Wahana
Harusnya tim penyidik juga memeriksa Benny Tanihattu alias Bing, Direktur PT Gemilang Multi Wahana.
Namun, Bing beralasan sakit sehingga tidak bisa memenuhi panggilan tim penyidik KPK.
"Tidak hadir dengan alasan sakit dan yang bersangkutan menginformasikan pada tim penyidik untuk dijadwal ulang," kata Ali.
KPK telah menetapkan Wali Kota Ambon dua periode Richard Louhenapessy sebagai tersangka kasus dugaan suap persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail minimarket tahun 2020 di Kota Ambon dan penerimaan gratifikasi.
Dia dijerat bersama Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemkot Ambon Andrew Erin Hehanussa dan karyawan Alfamidi Kota Ambon Amri.
Baca juga: KPK Sita Catatan Tangan Berkode Khusus dalam Penggeledahan di Ambon
Dalam konstruksi perkara, disebutkan dalam kurun waktu tahun 2020, Richard yang menjabat Wali Kota Ambon periode 2017-2022 memiliki kewenangan, satu di antaranya terkait dengan pemberian persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Kota Ambon.
Dalam proses pengurusan izin tersebut, KPK menduga Amri aktif berkomunikasi hingga melakukan pertemuan dengan Richard agar proses perizinan bisa segera disetujui dan diterbitkan.
Menindaklanjuti permohonan Amri, Richard kemudian memerintahkan Kadis PUPR Pemkot Ambon segera memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin, di antaranya Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
Untuk setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan dimaksud, Richard meminta agar penyerahan uang dengan minimal nominal Rp25 juta menggunakan rekening bank milik Andrew yang adalah orang kepercayaan Richard.
Khusus untuk penerbitan terkait Persetujuan Prinsip Pembangunan untuk 20 gerai usaha retail, Amri diduga kembali memberikan uang kepada Richard sekira sejumlah Rp500 juta yang diberikan secara bertahap melalui rekening bank milik Andrew.
Richard diduga pula menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi dan hal ini masih terus didalami lebih lanjut oleh tim penyidik.
Atas perbuatannya, Amri disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara, Richard dan Andrew disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.