KPK Rampungkan Penyidikan 2 Tersangka Kasus Korupsi e-KTP
Ali berkata, tim jaksa kembali melanjutkan masa penahanan para tersangka untuk masing-masing selama 20 hari ke depan
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merampungkan penyidikan terhadap dua tersangka perkara dugaan korupsi pengadaan paket penerapan surat tanda penduduk elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2013 pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Dua tersangka itu yaitu mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhy Wijaya (ISE) dan eks Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi (HSF).
Untuk itu, tim penyidik menyerahkan berkas keduanya ke tim jaksa.
"Hari ini tim jaksa menerima penyerahan tersangka dan barang bukti [tahap II] tersangka ISE dan tersangka HSF dari tim penyidik karena menurut tim jaksa dari seluruh kelengkapan formil dan materil berkas perkara telah terpenuhi dan lengkap," kata Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri lewat keterangan tertulis, Kamis (2/6/2022).
Baca juga: Ade Yasin Tepis Minta Uang Kontraktor untuk Suap Anggota BPK, KPK: Bantahan Hak Tersangka
Ali berkata, tim jaksa kembali melanjutkan masa penahanan para tersangka untuk masing-masing selama 20 hari ke depan, terhitung 20 Juni 2022 hingga 21 Juni 2022 di rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.
"Pelimpahan berkas perkara dan surat dakwaan segera dilaksanakan tim jaksa dalam waktu 14 hari kerja ke Pengadilan Tipikor. Persidangan diagendakan di Pengadilan Tipikor pada PN Pusat," kata dia.
Sebelumnya pada Agustus 2019, KPK menetapkan empat tersangka baru dalam pengembangan kasus korupsi pengadaan e-KTP, yaitu mantan Direktur Utama Perum PNRI Isnu Edhi Wijaya (ISE), Anggota DPR RI 2014-2019 Miryam S. Haryani (MSH), mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi (HSF), dan Paulus Tannos (PLS) selaku Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra.
Keempatnya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.