PBHI Desak Anwar Usman Mundur dari Mahkamah Konstitusi karena Menikahi Adik Jokowi
PBHI mendesak ketua sekaligus hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mundur dari jabatannya karena menikahi adik Jokowi.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) mendesak ketua sekaligus hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mundur dari jabatannya.
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani mengatakan satu di antaranya adalah adanya konflik kepentingan berupa hubungan semenda antara Anwar Usman dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena Anwar menikahi adik Jokowi yakni Idayati.
Menurutnya, aturan mengenai hal tersebut telah termuat pada pasal 17 ayat (4) UU Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menegaskan Anwar harus mundur dari perkara kalau ada hubungan keluarga atau hubungan semenda.
Selain itu, perkara dalam Pekara Pengujian Undang-Undang di MK yang wajib didasarkan pada kerugian konstitusional tentunya melibatkan presiden sebagai pihak.
Sepanjang sejarah Mahkamah Konstitusi berdiri, lanjut dia, berbagai macam Undang-Undang (UU) yang diajukan ke MK dengan alasan pelanggaran formil atau materil tidak ada yang diakui, atau disetujui oleh presiden untuk dicabut atau dibatalkan.
Baca juga: Ketua MK Anwar Usman Tak Tahu Idayati Adik Jokowi, Ngaku Tak Menyangka, Bantah Pernikahan Politik
Di sisi lain, kemenangan rakyat selaku pemegang hak konstitusi itu sudah kerap terjadi.
Hal tersebut disampaikannya dalam diskusi bertajuk Hubungan Semenda Ketua MK, Anwar Usman dan Presiden Jokowi: Harus Mundur dari MK di kanal Youtube PBHI_Nasional pada Sabtu (4/6/2022).
"Artinya dari segi kepentingan politik, Undang-Undang, Presiden itu berhadapan dengan rakyat selaku pemegang hak asasi," kata Julius dikutip pada Minggu (5/6/2022).
Berdasarkan catatannya dari situs MK, kata dia, sejak berdiri sampai tahun 2021 ada 1.515 perkara yang telah diputus MK.
Artinya, rata-rata ada sebanyak 79 perkara setiap tahunnya.
Hal tersebut menunjukkan kualitas pembentukan UU oleh Presiden bersama DPR, siapapun inisiatornya buruk.
"Konsekuensi wajibnya bayangkan, dia harus mundur dari 79 perkara per tahun belum termasuk perkara Pilkada. Ini jumlah yang luar biasa. Dan kita tahu perkara di MK semakin menumpuk akibat kualitas pembentukan UU yang semakin buruk," kata Julius.
Dengan demikian, lanjut Julius, Anwar harus mundur dari hakim konstitusi dan Mahkamah Konstitusi.
Hal tersebut demi konstitusi, demi kepentingan rakyat, dan yang lebih penting lagi demi Presiden Joko Widodo.
"Tentu kita tahu Anwar Usman bolak balik ngobrol dengan adik kandungnya dan ada potensi bicarakan soal perkara PUU, maka yang akan didelegitimasi oleh publik adalah Presiden Joko Widodo, bukan adiknya. Karena yang berkepentingan terhadap perkara di situ adalah Presiden Joko Widodo," kata Julius.