Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pertimbangan Hakim Vonis Penjara Seumur Hidup: Kolonel Priyanto Anggap Remeh Hak Asasi Manusia

Perbuatan Priyanto, kata dia, bertentangan dengan semangat dan upaya TNI untuk memberikan citra dan kesetiaan dalam Negara Republik Indonesia.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Majelis Hakim Militer Tinggi Brigjen TNI Faridah Faisal juga menjadikan hak asasi manusia sebagai pertimbangan menjatuhkan vonis penjara seumur hidup terhadap terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terkait kecelakaan sejoli di Nagreg Kolonel Inf Priyanto.

Faridah mengatakan Priyanto telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana, melakukan perampasan kemerdekaan orang lain dan menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian yang mengakibatkan para korban meninggal dunia dan mayat ditemukan dalam keadaan mengenaskan. 

Para korban, kata dia, adalah korban kecelakaan yang seharusnya mendapat pertolongan Priyanto untuk mendapatkan perawatan medis.

Selain itu, kata dia, Priyanto sebagai prajurit yang dipersiapkan dan dilatih dengan ilmu serta keterampilan militer untuk bertempur dengan musuh telah menyalahgunakan ilmu dan keterampilannya tersebut untuk menghilangkan nyawa orang lain.

Perbuatan Priyanto, kata dia, bertentangan dengan semangat dan upaya TNI untuk memberikan citra dan kesetiaan dalam Negara Republik Indonesia.

Hal tersebut disampaikannya dalam sidang putusan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Selasa (7/6/2022).

"Selain itu perbuatan dan cara terdakwa menghabisi nyawa korban dilakukan dengan kejam dan sangat bertentangan dengan hak asasi manusia, sikap dan kepribadian terdakwa yang menganggap remeh dan tidak menghargai hak asasi manusia dapat membahayakan orang lain," kata Faridah.

Berita Rekomendasi

Oleh karena itu untuk menggunakan efek jera kepada prajurit lain dan masyarakat, Majelis Hakim akan menjatuhkan hukuman yang sepadan dengan perbuatan Priyanto.

Terkait pidana tambahan dipecat dari dinas militer, kata Faridah, TNI adalah tentara dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat yang tetap menjadi satu oleh karena ikatan darah.

Hubungan TNI dengan rakyat, kata dia, tidak dapat dipisahkan dan berintikan sifat-sifat kerakyatan. 

Prajurit TNI, kata dia, harus memiliki sifat-sifat keprajuritan sehingga tanpa memiliki sifat-sifat kerakyatan maka prajurit tersebut bukanlah prajurit TNI.

Selain tugas pokok, lanjut dia, kewajiban utama terpenting dari TNI adalah memelihara hubungan baik dan seeratnya dengan rakyat dan mencintai rakyat serta membela kepentingan rakyat. 

Soliditas antara TNI dengan rakyat, lanjut dia, adalah sumber kekuatan TNI dan membuat TNI menjadi disegani oleh kawan maupun lawan. 

Untuk menjaga soliditas TNI tersebut, kata dia, prajurit harus bersikap sesuai dengan Sapta Marga, Sumpah Prajurit, dan 8 Wajib TNI yang tidak menyakiti hati rakyat dan tidak merugikan rakyat. 

Berdasarkan hal tersebut, kata dia, Majelis Hakim berpendapat bahwa perbuatan Priyanto bertentangan dengan kepentingan militer yang senantiasa menjaga soliditas dengan rakyat.

"Oleh karena itu majelis hakim berpendapat terdakwa tidak layak lagi untuk dipertahankan sebagai prajurit TNI," kata Faridah.

Faridah dalam berkas putusan yang dibacakannya menyatakan Priyanto terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tiga tindak pidana.

Pertama, pembunuhan berencana yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan kesatu primer.

Kedua, perampasan kemerdekaan orang lain yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan alternatif kedua.

Ketiga, menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematiannya yang dilakukan secara bersama-sama.

"Memidana terdakwa oleh karena itu pidana pokok penjara seumur hidup. Pidana tambahan dipecat dari dinas militer," kata Faridah.(*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas