Rekam Jejak Abdul Qadir Baraja Pimpinan Khilafatul Muslimin yang Ditangkap, Pernah Dipenjara 2 Kali
Pimpinan tertinggi organisasi Khilafatul Muslimin, Abdul Qadir Hasan Baraja, ditangkap polisi. Ternyata pernah dipenjara dua kali.
Penulis: Miftah Salis
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
Organisasi tersebut juga dinilai menyebarkan berita bohong hingga menimbulkan keonaran.
"Sehingga menimbulkan keonaran di masyarakat umum dan masyarakat muslim," mengutip Kompas TV.
Lebih lanjut, pimpinan tertinggi organisasi tersebut memiliki rekam jejak sebagai terpidana kasus terorisme.
Abdul Qadir Baraja bahkan pernah dipenjara dua kali.
"Pimpinannya Abdul Qadir Baraja adalah eks napiter, dipenjara dua kali. Dalam penyelidikan kami, pimpinan khilafatul muslimin dalam pernyataan terdapat kontradiksi," tambah Hengky.
Penangkapan pertama terjadi pada tahun 1979 terkait teror Warman.
Saat itu, Abdul Qadir dipenjara selama tiga tahun.
Sedangkan kasus hukum keduanya pada tahun 1985 terkait aksi pengeboman di Jawa Timur dan Candi Borobudur, Magelang, Jateng.
Dalam kasus kedua ini, Abdul Qadir ditahan selama 13 tahun.
Tak berhenti di situ, Abdul Qadir Hasan Baraja juga ditahan oleh Polda Lampung atas kasus pelanggaran protokol kesehatan pada tahun 2021 lalu.
Sementara itu, meski organisasi Khilafatul Muslimin membantah kegiatan mereka bertentangan dengan Pancasila, penyelidikkan polisi menunjukkan hal berbeda.
"Namun, setelah penyelidikan kami menemukan kegiatan ormas ini ternyata kegiatan mereka sangat bertentangan berpancasila. Contohnya, ceramah dan website atau buletin diterbitkan setelah diteliti bertentangan dengan pancasila," kata Hengky.
Sebelumnya, Polres Brebes menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus konvoi Khilafatul Muslimin di Brebes.
Mereka diduga menyebarkan berita bohong atau hoaks atau percobaan makar lewat kampanye khilafah.
Ketiga tersangka yakni pimpinan cabang Jemaah Khilafatul Muslimin Brebes dan dua pimpinan ranting di Sikumbang dan Keboledan.
Ketiganya kini ditahan di Polres Brebes dan terancam hukuman 15 tahun penjara.
(Tribunnews.com/Miftah, TribunnewsSultra/Nina Yuniar, KompasTV/Dedik Priyanto)