Rencana Pelabelan BPA oleh BPOM Disebut Berbau Persaingan Usaha, Bukan Ranahnya Komnas PA
KPAI tidak pernah melakukan advokasi terkait masalah kesehatan terutama kandungan BPA pada gallon guna ulang.
Penulis: Johnson Simanjuntak
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Salemba Institute (SI), Edi Homaidi menyayangkan sikap Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA) Arist Merdeka Sirait, menyeret-nyeret lembaga yang dipimpinnya masuk dalam pusaran konflik persaingan dagang.
Apalagi sampai memihak ke salah satu perusahaan air mineral dalam kemasan, dengan alasan untuk melindungi anak-anak Indonesia agar hidup dan berkembang dengan sehat.
"Menurut saya, pernyataan Pak Arist yang mendukung dan siap mengawal BPOM merevisi Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) No 31/2018, soal pelabelan pada galon guna ulang yang mengandung zat Bhispenol BPA, bukan ranahnya Komnas PA," tegas Edi Homaedi kepada media di Jakarta, Selasa (7/6/2022).
Menurut Edi, kalau pun Arist mau bersikap mestinya memberi masukan pada BPOM agar lebih fair kepada semua pelaku bisnis.
Sebuah kebijakan seharusnya mengatur secara menyeluruh dan tidak bisa bersifat terlalu spesifik dan menyasar hanya pada satu jenis produk, karena akan terkesan diskriminatif.
Baca juga: KPPU Diminta Desak BPOM Batalkan Pelabelan BPA Air Kemasan Galon
Sebagaimana diketahui BPOM berencana akan mengubah peraturan Kepala BPOM No 31/tahun 2019 tentang Pelabelan kemasan, dimana nantinya semua galon guna ulang berbahan PC diberi label yang bertuliskan “Berpotensi Mengandung BPA”.
“Selaku pimpinan Komnas PA, harusnya profesional, dan tidak memihak kesalah satu perusahaan. Termasuk kepada BPOM, Kita meminta untuk tidak diskriminasi dalam mengeluarkan aturan. BPOM harus bersikap independen," tegasnya lagi.
Salemba Institute menilai, Kebijakan pelabelan BPA pada galon ini perlu dikaji ulang mengingat belum adanya preseden yang nyata dan jelas-jelas merugikan masyarakat.
Sebagaimana diakui oleh Yayasan Lembaga Konsumen dan Badan perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) hingga saat ini belum pernah ada satu pengaduan pun yang masuk kepada lembaga mereka terkait kasus kesehatan serius yang diakibatkan oleh bahaya BPA yang berasal dari air minum berkemasan galon.
Hal lain yang harus menjadi pertimbangan BPOM adalah BPA tidak hanya terdapat pada PC yang digunakan sebagai bahan pembuatan galon guna ulang tetapi juga terdapat dalam botol susu bayi dan dalam plastik pelapis makanan kaleng.
"Apakah kemasan-kemasan tersebut juga menjadi perhatian BPOM, bila yang lain tidak dikenakan peraturan ini, maka argumen BPOM untuk melindungi kesahatan masyarakat menjadi sangat lemah, apalagi banyak pakar yang mengatakan bahwa BPA pada pelapis makanan kaleng lebih mudah berinteraksi dengan makanan karena bersifat lemak dan disajikan dalam keadaan panas," tegas Edi.
Lebih lanjut Edi, menjelaskan bahwa sebenarnya bukan hanya BPA yang terdapat dalam kemasan pangan, tetapi terdapat banyak zat berbahaya lainnya pada kemasan pangan seperti Acethyl Dehide pada PET, logam seperti besi, angan pada makanan.
Semua itu juga harus menjadi perhatian BPOM kalau benar-benar ingin meliindungi masyarakat.
Kritik terhadap sikap Arist Merdeka Sirait terkait dukungan kerasnya pada kebijakan pelebelan BPA pada galon guna ulang ini juga telah dikritik oleh penggiat kemajuan anak Indonesia dan pendiri Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Kak Seto Mulyadi dan anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia Retno Listiyati.