Apa Itu Hari Raya Galungan? Berikut Sejarah dan Makna Perayaannya
Umat Hindu merayakan Hari Raya Galungan hari ini, Rabu (8/6/2022). Berikut sejarah, makna peringatan Hari Raya Galungan.
Penulis: Yurika Nendri Novianingsih
Editor: Whiesa Daniswara
Dalam kitab tersebut tertulis betapa perjuangan Pandawa dalam memerangi Adharma untuk menegakkan dharma.
Sang Darma Wangsa adalah keluarga yang selalu menegakkan dharma, beliau bekerja, berjuang, dan berkeyakinan bahwa kebenaran akan selalu menang (Satyam eva Jayanti).
Lain halnya dengan Maha Kawi Danghyang Nirartha, beliau melahirkan sebuah karya kekawin Maya Danawan-taka.
Dalam ceritanya, dikisahkan seorang pertapa yang teguh melaksanakan tapa di punggung Gunung Ksiti-pogra dan pusat pemerintahannya diseputaran danau Batur daerah Kinta-mani, Bangli di Bali.
Setelah dia mendapat anugrah dalam pertapaannya, ternyata kelobaannya menjadi-jadi, sehingga rakyatnya di wilayah pemerintahannya menjadi ketakutan.
Si Mayadanawa tidak hanya mengumpulkan emas, kekayaan, dia melarang melakukan yadnya, bersama tentaranya merusak, mengacau, menyakiti, menghina sastra dan ajaran agama.
Oleh karena kejahatannya, diutuslah Dewa Siwa untuk memeranginya.
Maka terjadilah pertempuran yang sangat hebat antara pasukan Dewa Siwa dengan Mayadenawa.
Baca juga: Selamat Hari Raya Galungan, Ini Tradisi yang Dilakukan Umat Hindu untuk Rayakan Hari Raya Galungan
Karena kesaktiannya Mayadanawa menciptakan tirte cetik, sehingga pasukan Desa Siwa yang sedang kehausan meminumnya, semua pasukan Dewa Siwa mati.
Singkat cerita, Dewa Siwa mengetahui kejadian tersebut sehingga Ia menciptakan tirta empul (pengurip) yang sekarang disebut tirta empul, diperciki pasukan yang mati hidup kembali.
Peperangan harus berlanjut sehingga Mayadanawa terkepung tentaranya mati, dia lari tunggang langgang segala macam taktik tipu muslihat dipergunakan.
Mayadanawa lari agar tapak kakinya tidak dilihat, dia lari dengan tungkai yang miring namun tetap diketahui oleh Pasukan Dewa Siwa, sehingga sebagai bukti tempat itu sampai sekarang disebut desa Tapak Siring asal kata dari telapak kaki miring.
Kemudian, Maya Danawa lari bersembunyi di pohon kelapa pada kuncup/pada busung kelapa, namun tetap dapat dilacak oleh pasukan Dewa Siwa sampai sekarang tempat itu dinamakan Desa Blusung.
Akhir cerita, karena Mayadenawa dipihak yang salah, peperangan dimenangkan oleh Pasukan Dewa Siwa dan Mayadenawa mati.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.