Buruh Ancam Mogok Nasional Jika DPR Tak Cabut RUU PPP
Said Iqbal akan mengkoordinir mogok buruh secara meluas jika DPR tidak segera mencabut RUU PPP.
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengancam akan melakukan mogok buruh nasional jika DPR tidak membatalkan Rancangan Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (RUU PPP).
Dalam konferensi persnya di kawasan DPR, Senayan, Rabu (15/6/2022), Said Iqbal akan mengkoordinir mogok buruh secara meluas jika DPR tidak segera mencabut RUU PPP.
Presiden Partai Buruh ini mengatakan akan ada 15 ribu pabrik dan lima juta buruh yang akan mogok kerja jika RUU PPP tidak segera dicabut.
"Jika DPR tetap memaksakan kehendak tidak mencabut UU PPP untuk pintu jalan membahas omnibus law dan UU Ciptaker, bisa dipastikan kami menyerukan mogok nasional. Stop produksi. Lima juta buruh akan terlibat dalam aksi ini," jelas Said.
Baca juga: Keberatan Keberadaan Kawat Duri, Buruh Sempat Baku Hantam dengan Polisi di Depan Gedung DPR
Diketahui, aksi demo hari ini diinisiasi pasca DPR RI secara resmi mengesahkan RUU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Perundang-undangan.
Partai Buruh beranggapan revisi tersebut hanya sebagai akal-akalan, dan bukan kebutuhan hukum.
Ia menilai pengesahan UU PPP itu bersifat kejar tayang.
Menurutnya, sejumlah poin revisi yang seharusnya dilakukan hanya dikebut para anggota dewan sehingga dinilai bermuatan kepentingan sesaat.
Selain itu, kata Said, penyusunan aturan hukum itu tak melibatkan publik luas.
Ia beranggapan revisi aturan itu nantinya hanya akan mengakomodir omnibus law menjadi sebuah sistem pembentukan undang-undang.
Dalam aksi kali ini, adapun seluruh tuntutan buruh yang disampaikan adalah:
1. Tolak revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP);
2. Tolak omnibus law UU Cipta Kerja;
3. Tolak masa kampanye pemilu hanya 75 hari, tapi harus 9 bulan sesuai Undang-Undang;
4. Sahkan RUU Pekerja Rumah Tangga (PPRT); dan
5. Tolak liberalisasi pertanian melalui World Trade Organization (WTO).