Reshuffle Kabinet: 5 Nama Dilantik Jadi Menteri dan Wakil Menteri, Zulkifli Hasan Jadi Mendag
Presiden Jokowi mengumumkan reshuffle kabinet, Rabu (15/6/2022). Inilah lima nama yang dilantik menjadi Menteri dan Wakil Menteri.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Miftah
"Ya terdengar itu (reshuffle) dan 15 Juni itu Rabu pon ya biasanya ada itu," kata Jazilul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (13/6/2022), dilansir Tribunnews.com.
Jika benar dilakukan reshuffle, Jazilul berharap hal tersebut tak akan menambah beban pemerintah.
Pasalnya, ujar Jazilul, setiap reshuffle pasti akan berdampak pada ritme kerja para menteri.
Baca juga: Kata Pengamat soal Jokowi Reshuffle Kabinet, Berharap Menteri yang Fokus Pilpres 2024 Diganti
Baca juga: Reshuffle Kabinet, PAN Masuk Tapi Cuma Dapat Jatah 1 Kursi Menteri
"Kami berharap agar reshuffle ini tidak menambah beban, karena kan pasti namanya reshuffle itu kan ada dampaknya buat menteri yang diganti atau menteri yang mengganti," tuturnya.
Diketahui, Presiden Jokowi sendiri enggan berkomentar terkait isu reshuffle yang kencang berembus.
Saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Rabu (8/6/2022), ia menjawab singkat pihaknya belum akan melakukan reshuffle.
"Belum, belum," ujarnya, dilansir Tribunnews.com.
Publik Setuju Reshuffle Kabinet Versi Charta Politika
Di tengah berembusnya isu reshuffle, mayoritas publik ternyata setuju jika dilakukan perombakan kabinet.
Hal ini diketahui lewat hasil survei Charta Politika yang dirilis pada Senin (13/6/2022).
Dalam survei bertajuk 'Membaca Situasi Politik dan Konstelasi Elektoral pasca Rakernas Projo', sebanyak 63,1 persen responden menyatakan setuju Presiden Jokowi melakukan reshuffle terhadap menteri kabinet Indonesia Maju.
"Ketika kita uji lebih lanjut bahkan 63,1 persen menyatakan setuju dilakukan reshuffle."
"Nah isu ini menjadi menarik menurut saya mendengarnya isu dalam beberapa hari ke depan," kata Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya, saat menyampaikan hasil temuannya secara daring, Senin.
Angka tersebut, kata Yunarto, menciptakan jarak atau gap antara nilai kepuasan publik terhadap kinerja Presiden dan Wakil Presiden dengan penilaian publik terhadap para menteri.