BIN Bantah Beli 2.500 Mortir dari Serbia untuk Dijatuhkan di Desa-desa Papua
BIN membantah soal laporan Conflict Armament Research (CAR) yang merilis laporan bahwa BIN membeli sebanyak 2.500 mortir
Penulis: Reza Deni
Editor: Adi Suhendi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Intelijen Negara (BIN) membantah soal laporan Conflict Armament Research (CAR) yang merilis laporan bahwa BIN membeli sebanyak 2.500 mortir pada 2021 untuk dijatuhkan di desa-desa Papua.
"Enggak ada itu," kata Deputi II BIN Bidang Intelijen Dalam Negeri Mayjen TNI Edmil Nurjamil di Kemendagri, Kamis (16/6/2022).
Edmil mengatakan mortir-mortir tersebut milik TNI.
"Itu kan Pangdamnya sudah mengakui bahwa itu senjata TNI. Kalau kita enggak main begitu," kata Edmil
Sebelumnya, Badan Intelijen Negara (BIN) disebut membeli sebanyak 2.500 mortir dari Serbia untuk dijatuhkan di desa-desa Papua pada 2021 lalu.
Demikian laporan dari Conflict Armament Research (CAR), sebuah lembaga pemantau senjata yang berasal dari London.
Dilansir Reuters, Sabtu (4/6/2022), ribuan mortir tersebut diproduksi di Krusik.
Baca juga: Komisi I DPR akan Tanya BIN soal Isu Penggunaan Mortir Serbia untuk Operasi di Papua
Kemudian, mortir-mortir itu dimodifikasi, dijatuhkan dari udara ketimbang dari tabungnya.
Tak hanya itu, pihak CAR melaporkan bahwa pembelian tersebut tak dilaporkan ke DPR untuk kemudian disetujui anggarannya.
Selain itu, BIN juga menerima 3 ribu inisiator elektronik dan tiga alat pengatur waktu yang difungsikan untuk membasmi bahan peledak.
Serangan itu dimulai sejak Oktober 2021, sejumlah helikopter menjatuhkan peledak di delapan desa di Distrik Kiriwok, Pegunungan Bintang, Papua selama beberapa hari.
Seorang saksi mata dan penyidik HAM setempat mengatakan tak ada yang terbunuh.
Namun, rumah-rumah dan sejumlah gereja hangus terbakar.
Baca juga: CAR Tuding BIN Impor 2.500 Mortir dari Serbia, Dipakai untuk Membombardir Desa di Papua
"Sangat jelas mortir ini memang mortir-mortir ini senjata yang ditempatkan di area sipil," ujar Jim Elmslie yang merupakan akademisi Universitas Wallongong dan juga pihak yang menyerahkan laporan CAR ke Kantor Komisaris Tinggi HAM PBB.
Jim menyebut bahwa tindakan tersebut merupakan pelanggaran kemanusiaan.
Semeentara itu, seorang pendeta bernama Yahya Uopmabin mengaku menyaksikan bagaimana serangan tersebut dilancarkan di pegunungan terdekat.
Baca juga: Jubir TPN-OPM Tuding Aparat TNI-Polri Serang Markas KKB di Nduga Papua Pakai Mortir
"Mereka menjatuhkannya dari drone. Banyak rumah ibadah dan rumah penduduk terbakar," kata Pastor Yahya.
Sementara itu, Eneko Pahabol seorang penyidik yang bekerja untuk lembaga HAM dan gereja, mengatakan ada 32 mortir yang dijatuhkan.
"Termasuk 5 yang tidak meledak sebagaimana ada di foto-foto yang tersebar," kata dia.