Mahkamah Konstitusi Putuskan Anwar Usman Harus Mundur dari Kursi Ketua
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman harus mundur dari jabatannya imbas dikabulkannya gugatan atas Pasal 87 huruf a UU Nomor 7/2022
Editor: Erik S
Laporan wartawan Tribunnews.com, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dan wakilnya Aswanto harus mundur dari jabatannya.
Anwar Usman dan Aswanto harus mundur sehubungan dengan dikabulkannya gugatan atas Pasal 87 huruf a UU Nomor 7/2022.
Baca juga: MK Sebut Perubahan UU 7/2020 Tak Perlu Partisipasi Publik Demi Jaga Esensi Substansi
MK mengabulkan sebagian permohonan pemohon dalam sidang Nomor 96/PUU-XVIII/2020 ini, Senin (20/6/2022).
"Amar putusan, mengadili, mengabulkan permohonan pemohon sebagian," sebut Hakim konstitusi Anwar Usman.
Gugatan nomor perkara 96/PUU-XVIII/2020 yang dikabulkan adalah Pasal 87 huruf a yang berbunyi:
“Hakim konstitusi yang saat ini menjabat sebagai Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi tetap menjabat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi sampai dengan masa jabatannya berakhir berdasarkan ketentuan undang-undang ini.”
Hal tersebut dikabulkan oleh MK karena beralasan menurut hukum. Dengan demikian, Pasal 87 huruf a UU Nomor 7/2020 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Dalam amar putusan, MK menyatakan Pasal 87 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekutan hukum mengikat.
Dengan dikabulkannya gugatan atas Pasal 87 huruf a UU Nomor 7 Tahun 2022 maka akan berimbas pada masa jabatan ketua dan wakil ketua MK yang saat ini menjabat, yakni Anwar Usman dan Aswanto.
Baca juga: MK Tolak Gugatan Soal Inkonstitusionalitas Tata Cara Perubahan UU MK
Keduanya menjabat ketika UU Nomor 8 Tahun 2011 masih berlaku. Namun, periodisasi masa jabatan keduanya berubah setelah diundangkannya UU Nomor 7 Tahun 2020, yakni menjadi lima tahun.
Bila berdasarkan UU sebelumnya, yakni UU Nomor 24 Tahun 2003, satu periode masa jabatan ketua dan wakil ketua MK adalah selama tiga tahun, sebelum akhirnya kembali diubah menjadi 2 tahun 6 bulan melalui UU Nomor 8 Tahun 2011.
Hal tersebut dijelaskan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam sidang putusan.
Baca juga: PBHI Ragukan Pengakuan Ketua MK Anwar Usman Tak Tahu Istrinya Adik Jokowi
"Oleh karena itu, dalam waktu paling lama sembilan bulan sejak putusan ini diucapkan harus dilakukan pemilihan ketua dan wakil ketua Mahkamah Konstitusi," ucap Enny.
Sidang permohonan perkara Nomor 96/PUU-XVIII/2020 ini diajukan oleh Priyanto yang berprofesi sebagai advokat. Adapun objek permohonan Priyanto yaitu pengujian materiil Pasal 87 huruf a dan huruf b UU MK terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).
Namun, pasal 87 huruf b ditolak MK karena tidak beralasan menurut hukum.
Adapun Pasal 87 huruf b berbunyi:
“Hakim konstitusi yang sedang menjabat pada saat Undang-Undang ini diundangkan dianggap memenuhi syarat menurut Undang-Undang ini dan mengakhiri masa tugasnya sampai usia 70 (tujuh puluh) tahun selama keseluruhan masa tugasnya tidak melebihi 15 (Iima belas) tahun.”
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.