Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Alasan Partai Buruh Gugat UU PPP ke MK Karena Tak Pernah Dilibatkan dalam Pembentukan

Kuasa Hukum Partai Buruh, Muhammad Imam Nassef mengatakan, pembentukan UU PPP tak pernah melibatkan buruh.

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Alasan Partai Buruh Gugat UU PPP ke MK Karena Tak Pernah Dilibatkan dalam Pembentukan
Tribunnews.com/Fersianus Waku
Wakil Presiden Partai Buruh Agus Supriyadi bersama beberapa kuasa hukum mengajukan judicial review Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Alasan Partai Buruh Gugat UU PPP ke MK: Tak Pernah Dilibatkan dalam Pembentukan 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Buruh resmi mengajukan judicial review Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP) ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang direvisi DPR RI pada Mei 2022 lalu.

Kuasa Hukum Partai Buruh, Muhammad Imam Nassef mengatakan, pembentukan UU PPP tak pernah melibatkan buruh.

"Teman-teman buruh tidak pernah dilibatkan dalam pembentukan UU PPP ini," kata Muhammad di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (27/6/2022).

Padahal, kata dia, melalui putusan MK disebutkan asas keterbukaan wajib dilakukan pada proses pembentukan UU.

Baca juga: Partai Buruh: UU PPP Bisa Jadi Pintu Masuk Pembentukan Omnibus Law Lainnya

"Itu (partisipasi) tidak dilakukan pemerintah dan DPR, misalnya salah satunya asas keterbukaan, menyatakan bahwa berkas-berkas yang terkait penyusunan UU PPP dipublish ke publik," ujar Muhammad.

Muhammad mengaku adanya Focus Group Discussion (FGD) dan seminar yang dilakukan DPR, namun kalangannya terbatas.

Berita Rekomendasi

Sehingga, lanjut dia, hal tersebut menyalahi putusan MK yang menyebut bahwa partisipasi itu harus secara langsung bagi subyek.

Sementara, Wakil Presiden Partai Buruh Agus Supriyadi mengatakan, pihaknya mengajukan judicial review terhadap UU PPP karena merasa dirugikan.

"Kita melihat ada kerugian buat kami khusunya Partai Buruh beserta buruh di Indonesia karena menyangkut ada keterkaitannya dengan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law," kata Agus.

"Jadi UU inilah yang kita waktu itu lakukan uji materi. Kita meminta supaya pertama UU Cipta Kerja menjadi Inkonstitusional," sambungnya.

Agus menuturkan, pihaknya juga meminta MK agar UU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan dipisah.

"Jangan disatukan dengan UU yang lain atau kita kenal Omnibus Law," ujarnya.

Ia mengaku, akibat UU PPP ini buruh dirugikan lantaran dalam pasal 64 disebutkan UU PPP bisa dibuat secara Omnibus Law.

"Nah dengan munculnya UU No. 13 (tahun) 2022 tentang UU PPP ini, ini menjadi kerugian karena salah satunya ada di pasal 64 yang di situ menyebutkan (UU) PPP bisa dibuat secara Omnibus Law," ungkap Agus.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas