Koalisi Sipil Desak DPR Segera Sahkan RUU PRRT, Tak Ingin Ada Kasus Lagi Seperti Adelina
Anis Hidayah yang tergabung dalam koalisi meminta kepada DPR RI untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga
Editor: Johnson Simanjuntak
Laporan wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Massa dari Koalisi Masyarakat untuk Keadilan Adelina Lisao melakukan aksi demo di depan Kedutaan Besar (Kedubes) Malaysia untuk Indonesia di Kuningan, Jakarta, Senin (27/6/2022).
Aksi ini imbas putusan Mahkamah Persekutuan Malaysia yang memvonis bebas murni Ambika, majikan Adelina Lisao yang diduga menjadi korban penyiksaan ketika menjadi TKW di Malaysia hingga tewas.
Pendiri LSM perlindungan pekerja migran Indonesia, Migrant Care, Anis Hidayah yang tergabung dalam koalisi meminta kepada DPR RI untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).
"Kasus ini juga harus jadi pelecut bagi pemerintah Indonesia untuk segera mengesahkan terkait RUU PPRT yang sudah 18 tahun di DPR tidak kunjung ada kemajuan kapan disahkan," ujar Anis kepada awak media di depan Kedubes Malaysia, Senin (26/6/2022).
Baca juga: Segera Realisasikan UU PPRT, Perlindungan Hak PRT Mendesak Dilakukan
"Selalu dia tergulung oleh RUU-RUU yang lain yang baru sehingga kita memandang dengan adanya kasus Adelina, DPR dapat menjadikan momentum ini untuk segera mengesahkan itu," tambahnya.
Padahal, kata Anis, dengan adanya aturan tersebut, para pekerja rumah tangga Indonesia yang berada di luar negeri dapat lebih terjamin kelayakannya.
"Karena dengan kita punya UU Perlindungan PRT itu menjadi bagian dari upaya diplomasi kita untuk mendorong perlindungan PRT kita di luar negeri," katanya.
Anis menduga, alasan lambatnya perkembangan pengesahan aturan itu lantaran tak ada 'money interest' dalam aturan itu.
"Mungkin tidak ada money interestnya atau mungkin karena ini perjuangan kelas ya, perjuangan PRT itu kan perjuangan kelas," ucapnya.
Selain itu, menurutnya, dengan disahkannya RUU tersebut ada kekhawatiran penyalahgunaan aturan untuk mengkriminalisasi. Padahal dalam RUU PPRT untuk memberikan keadilan antara majikan dan PRT.
"Padahal kan RUU PPRT itu untuk mengatur hubungan antara majikan dan PRT tentu untuk kebaikan keduanya bukan untuk mengkriminalisasi tetapi untuk bagaimana memastikan PRT dan majikan mendapatkan perlakuan yang adil dan layak," pungkasnya.
Diketahui Mahkamah Persekutuan Malaysia setara dengan Mahkamah Agung di Indonesia sebelumnya pada Kamis (23/6/2022) mengesahkan pembebasan majikan Adelina Lisao, asisten rumah tangga (ART) asal Nusa Tenggara Timur yang meninggal dunia dengan banyak luka di tubuhnya pada Februari 2018.
Majelis hakim yang beranggotakan Vernon Ong Lam Kiat, Harmindar Singh Dhaliwal, dan Rhodzariah Bujang menolak permohonan jaksa penuntut umum untuk menggugurkan putusan Mahkamah Tinggi.
Dalam putusannya, hakim Vernon, yang mengetuai majelis hakim, mengatakan Pengadilan Tinggi telah mengeluarkan putusan dengan benar dalam membebaskan majikan Adelina, Ambika MA Shan.
Hakim Vernon mengatakan jaksa penuntut umum harus memberikan alasan mengapa mengajukan permohonan discharge not amounting to acquittal (DNAA). Menurutnya, DNAA hanya boleh diberikan jika ada alasan valid yang diberikan pihak jaksa.
"Malah berdasarkan catatan banding, tiada alasan diberikan pihak pendakwaan (di Pengadilan Tinggi)," kata hakim Vernon sebagaimana dilaporkan kantor berita Bernama.
DNAA berarti terdakwa dibebaskan dari dakwaan, namun dapat dituntut lagi di kemudian hari. Sebaliknya, putusan Mahkamah Persekutuan ini membuat Ambika bebas murni dan tidak bisa didakwa pidana atas kematian Adelina.