Pemerintah Didesak Layangkan Nota Protes Diplomatik Keras Atas Bebasnya Penyiksa Adelina Lisao
Indonesia diminta melayangkan nota protes diplomatik yang keras atas putusan Mahkamah Malaysia yang membebaskan majikan Adelina Lisao.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat untuk Keadilan Adelina mendesak Pemerintah Indonesia melayangkan nota protes diplomatik yang keras atas putusan Mahkamah Persekutuan (MA) Malaysia yang membebaskan majikan Adelina Lisao.
MA Malaysia telah menguatkan putusan pengadilan banding yang membebaskan majikan Adelina Lisao bernama Ambika dari tuntutan hukum.
Adelina merupakan pekerja migran Indonesia (PMI) yang meninggal pada 2018 setelah mengalami penyiksaan oleh Ambika.
Baca juga: Majikan Dibebaskan, Pemerintah Tuntut Keadilan Bagi Adelina Lisao Lewat Jalur Perdata
Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah yang menjadi bagian dari Koalisi tersebut mengatakan putusan tersebut sangat melukai bangsa Indonesia karena Indonesia dan Malaysia baru saja menandatangani kesepakatan-kesepakatan baru terkait perlindungan PRT Indonesia di Malaysia.
Selain itu, Koalisi juga mendesak pemerintah mengevaluasi hubungan kerja sama ketenagakerjaan antara Indonesia dengan Malaysia.
Hal tersebut disampaikannya saat aksi protes di Kedutaan Besar Malaysia, Kuningan, Jakarta Selatan pada Senin (27/6/2022).
"Hanya dua bulan pasa MoU itu ditandatangani, putusan ini diambil oleh Malaysia. Sehingga kita menilai Pemerintah Indonesia harus melayangkan nota protes diplomatik yang keras dan kita perlu mengevaluasi hubungan kerja sama ketenagakerjaan dengan Malaysia," kata Anies.
Anies mengatakan terkait kasus tersebut sebenarnya sejak awal pemerintah sudah memberikan pendampingan hukum secara optimal.
Bahkan, kata dia, beberapa kali menggelar perkara dengan melibatkan organisasi masyarakat sipil.
Namun demikian, ia melihat ada masalah struktural pada sistem peradilan di Malaysia di mana para hakimnya tidak punya perspektif keberpihakan kepada perempuan pekerja rumah tangga (PRT) migran yang mengalami penganiayaan oleh warga negara Malaysia.
Ia khawatir putusan bebas tersebut akan menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum kasus-kasus lain sekaligus juga bagi kasus-kasus PRT migran yang masih bekerja di Malaysia.
"Kami khawatir bahwa kesewenang-wenangan majikan seperti majikan adelina bukan tidak mungkin akan terus dilakukan karena hukum berpihak pada majikan, bukannya menghukum majikan-majikan yang melakukan tindakan kekerasan dan kesewang-wenangan," kata Anis.
Baca juga: Protes Majikan Adelina Bebas, Koalisi Masyarakat Demo di Depan Kedubes Malaysia
Diberitakan sebelumnya, Pemerintah Indonesia akan tetap mengupayakan keadilan bagi mendiang Adelina Lisao melalui jalur hukum perdata.
Hal ini ditegaskan Direktur Pelindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha pada konferensi pers terkait pembebasan majikan Adelina, Sabtu (25/6/2022).
Adelina merupakan seorang pekerja migran Indonesia (PMI) yang meninggal pada 2018 setelah mengalami penyiksaan oleh majikannya bernama Ambika.
Mahkamah Persekutuan (MA) Malaysia telah menguatkan putusan pengadilan banding yang membebaskan majikan Adelina yang bernama Ambika dari tuntutan hukum.
Judha mengatakan, putusan ini tentu sangat mengecewakan dan melukai rasa keadilan masyarakat Indonesia.
“Dengan keluarnya putusan ini, proses persidangan bagi Adelina Sau melalui jalur hukum pidana telah berakhir. Pemerintah Indonesia akan tetap mengupayakan keadilan bagi mendiang Adelina Sau, melalui jalur hukum perdata,” ujar Judha.
Sesuai hukum di Malaysia, pihak yang melakukan penuntutan adalah Jaksa Penuntut Umum.
Judha mengatakan, KBRI Kuala Lumpur dan KJRI Penang telah menunjuk pengacara/ retainer lawyer untuk memantau proses persidangan.
Hasil pengamatan terlihat bahwa Jaksa Penuntut Umum tidak cermat dan tidak serius dalam menangani kasus ini.
Menurut Judha, berbagai upaya telah dilakukan sejak awal oleh Pemerintah RI untuk memberikan keadilan bagi Adelina dan keluarganya.
Di Indonesia, berkat kerjasama dengan Kepolisian dan Pemerintah Daerah NTT, tiga orang perekrut mendiang Adelina telah ditangkap.
“Disamping itu, Kementerian Luar Negeri melalui KJRI Penang dan KBRI Kuala Lumpur juga telah berhasil mendapatkan hak-hak keuangan Mendiang berupa gaji selama bekerja dan hak lainnya,” ujarnya.