Polri Siap Dukung Keputusan Pemerintah Jika Ganja Untuk Medis Resmi Dilegalkan
Polri mengaku siap mendukung soal rencana legalisasi ganja untuk kepentingan medis.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Wahyu Aji
Padahal, Pika yang mengidap cerebral palsy membutuhkan terapi minyak biji ganja atau CBD oil untuk mengupayakan kesembuhannya.
Gugatan uji materi UU 35/2009 tentang Narkotika dilayangkan Santi ke MK bersama dua ibu lainnya pada November 2020.
Anak dari kedua ibu tersebut juga tidak dalam kondisi sehat karena masing-masing menderita pneumonia dan epilepsi.
Baca juga: Hadirkan Ibu yang Viral Perjuangkan Pengobatan Anaknya, DPR Gelar Rapat Bahas Legalisasi Ganja Medis
Dalam gugatannya ke MK, ketiga ibu mempersoalkan penjelasan Pasal 6 Ayat (1) huruf a dan Pasal 8 Ayat (1) UU Narkotika yang melarang penggunaan ganja untuk pelayanan kesehatan.
Pasal ini dianggap merugikan hak konstitusional pemohon karena menghalangi mereka untuk mendapatkan pengobatan bagi sang buah hati.
Oleh karenanya, ketiganya ingin MK melegalkan penggunaan narkotika golongan I agar buah hati mereka bisa mendapat pengobatan.
Selain tiga ibu tersebut, beberapa lembaga lainnya juga ikut menjadi penggugat dalam perkara ini, yakni ICJR, LBH Masyarakat, IJRS, Yakeba, dan EJA.
Respons Ma'ruf Amin
Wakil Presiden Ma'ruf Amin yang juga Ketua Dewan Pertimbangan MUI meminta MUI untuk membuat fatwa terkait penggunaan ganja untuk kebutuhan medis.
"MUI ada keputusannya ya, bahwa memang kalau ganja itu dilarang, sudah dilarang. Masalah kesehatan itu MUI segera buat fatwa baru, kebolehannya itu, artinya ada kriteria," ujar Ma'ruf di Kantor MUI, Jln Proklamasi, Jakarta, Selasa (28/6/2022).
Fatwa tersebut, kata Ma'ruf, bakal menjadi pedoman bagi anggota legislatif dalam merumuskan aturan mengenai penggunaan ganja untuk medis.
Baca juga: Bukan Satu-satunya Obat Celebral Palsy, Pakar Farmakologi UGM Jelaskan Ganja untuk Medis
Menurut Ma'ruf, fatwa ini dibuat agar regulasi yang dibuat tidak menimbulkan kemudaratan.
"Nanti MUI segera buat fatwanya untuk bisa dipedomani DPR. Jangan sampai nanti berlebihan dan menimbulkan kemudaratan," tutur Ma'ruf.