Perlu Intervensi Kebijakan Sebagai Alternatif Solusi Pencegahan Gizi Buruk dan Stunting di Indonesia
Kontribusi berbagai pihak dan kerjasama lintas sektor terkait persoalan gizi buruk dan stunting, sudah seharusnya menjadi kesadaran bersama.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kontribusi berbagai pihak dan kerjasama lintas sektor terkait persoalan gizi buruk dan stunting, sudah seharusnya menjadi kesadaran bersama.
Persoalan gizi anak bukan hanya tanggungjawab sektor kesehatan semata namun ada banyak faktor yang mempengaruhi, ekonomi keluarga, kondisi sosial geografis, edukasi dan pengetahuan bahkan peta politik dan pihak-pihak bekepentingan lainnya.
Ini menjadi benang merah dalam diskusi media : Kupas Tuntas Persoalan Gizi Buruk dan Intervensi Kebijakan sebagai Alternatif Solusi Menurunkan Angka Stunting di Indonesia yang diadakan Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (KOPMAS) yang selama ini fokus pada upaya pemenuhan hak kesehatan masyarakat
Hadir sebagai penanggap adalah Dr TB. Rachmat Sentika SpA (K)., MARS; Dr. Irma Ardiana, Direktur Bina Ketahanan Balita & Anak, BKKBN; DR. Dewi Aryani, M.Si., anggota Komisi IX DPR RI, Fraksi PDIP; Mahmud Fauzi S.K.M, M.Kes, Kasubdit Pengelolaan Konsumsi Gizi, Dit Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI; Dra. Chairunnisa M.Kes, Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah; Sofie Wasiat, Pengamat Kebijakan Publik; Afwan Purwanto, Perwakilan AJI Jakarta; dan Maman Suherman, Pegiat Literasi.
Baca juga: Pentingnya Intervensi Kebijakan Sebagai Daya Dobrak Selesaikan Masalah Gizi Buruk dan Stunting
Rachmat Sentika menyebutkan prioritas seluruh pihak terkait dalam pencegahan stunting yaitu dengan memprioritaskan remaja, ibu hamil, maupun bayi dan bayi di bawah dua tahun.
“Kita harus jaga agar tetap sehat dengan asupan gizi yang optimal, lengkap dan seimbang. melalui berbagai kegiatan inovatif. Hal ini juga untuk mencegah agar balita di tahun 2023/2024 saat diukur rendah di bawah 14 persen,” ujar Rachmat saat acara yang diadakan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat belum lama ini.
Irma Ardiana, Direktur Bina Ketahanan Balita & Anak, BKKBN menjelaskan bahwa strategi nasional percepatan penurunan stunting, terutama pasca Covid-19 yaitu dengan pendekatan keluarga yang diatur pada Peraturan Presiden no. 72 tahun 2021.
Hal ini menjadi menjadi acuan bagi kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, Pemerintah Desa, dan Pemangku Kepentingan dalam rangka menyelenggarakan Percepatan Penurunan Stunting.
“Selain program-program tersebut, saat ini BKKBN memliki program Bapak Asuh, dimana sasarannya yaitu calon pengantin, ibu hamil, dan anak berusia 0 – 23 bulan. Progam ini berbasiskan pada aplikasi perangkat lunak dan memiliki target prioritas anak asuh," kata Irma.
Kasubdit Pengelolaan Konsumsi Gizi, Dit Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI, Mahmud Fauzi menyebut kebijakan dan arah perbaikan gizi masyarakat di bidang kesehatan, salah satunya dengan cara peningkatan efektivitas intervensi spesifik, perluasan dan penajaman intervensi sensitif secara terintegrasi.
“Upaya perbaikan gizi yang dapat dilakukan yaitu berupa penambahan makanan atau zat gizi, penambahan mikronutrien yang didukung dengan sosialisasi dan advokasi pola hidup sehat dengan gizi seimbang, serta penganeka ragam makanan," katanya.
Fauzi mengatakanm ada 10 program intervensi spesifik untuk menurunkan stunting di Indonesia, seperti konsumsi tablet tambah darah (TTD), screening anemia, pemeriksaan kehamilan, pemberian makanan tambahan bagi Ibu hamil, pemantauan tumbuh kembang, ASI eksklusif, pemberian makanan tambahan protein hewani bagi baduta, tatalaksana balita dengan masalah gizi, dan peningkatan cakupan dan perluasan jenis imunisasi.
Anggota Komisi IX DPR RI Dewi Aryani mengatakan, terkait dengan intervensi, pemerintah seharusnya tidak hanya memberikan paparan ide atau program saja terutama terkait persoalan stunting, namun implementasi yang diterapkan dalam masyarakat.
“Pemerintah, terutama pemerintah daerah perlu melakukan aktivasi namun dalam bentuk yang kongkret. Dimana sudah ada bentuk contoh kegiatan aktivasi yang dapat dilakukan di daerah," katanya.