Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Kepala PPATK: Aksi TPPU di Indonesia Paling Dilakukan Pelaku Korupsi dan Narkotika

Ivan Yustiavandana mengatakan tindak pidana pencucian uang (TPPU) paling banyak dilakukan oleh pelaku kejahatan korupsi dan narkotika.

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Kepala PPATK: Aksi TPPU di Indonesia Paling Dilakukan Pelaku Korupsi dan Narkotika
Ist
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana dalam sambutannya pada acara Ikrar Cawang di Universitas Kristen Indonesia (UKI), Jakarta, Senin (4/7/2022). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengatakan tindak pidana pencucian uang (TPPU) paling banyak dilakukan oleh pelaku kejahatan korupsi dan narkotika.

Ivan mengatakan hal ini diketahui lewat peta risiko tindak pidana pencucian uang domestik Indonesia.

"Hasil peta risiko tindak pidana pencucian uang domestik Indonesia. Tindak pidana pencucian uang itu banyak uang itu berasal dari aksi narkotika dan korupsi," ucap Ivan dalam sambutannya pada acara Ikrar Cawang di Universitas Kristen Indonesia (UKI), Jakarta, Senin (4/7/2022).

Menurut Ivan, selama ini biang dari korupsi itu adalah penggunaan harta kekayaan ilegal.

Dirinya menekankan pentingnya penggunaan UU TPPU untuk menindaklanjuti kasus korupsi.

Baca juga: Kepala PPATK: Indonesia Tidak Pernah Masuk Zona Hijau Indeks Persepsi Korupsi

Penggunaan UU TPPU, menurutnya, adalah langkah untuk mencegah suburnya kasus korupsi.

"Jadi kalau jadi kalau kita bicara bahwa tindak penegakan hukum dilakukan tanpa menggunakan TPPU yaitu percuma. Cabut akarnya pohon, makin subur lagi, makin subur lagi makin, subur lagi," pungkas Ivan.

Berita Rekomendasi

Indonesia, kata Ivan, pernah masuk dalam daftar hitam oleh Financial Action Task Force (FATF) pada tahun 2015.

FATF adalah forum kerjasama antar negara yang bertujuan untuk menetapkan standar global rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme.

Saat itu, Ivan mengatakan Indonesia masuk  dalam non cooperative countries and territories.

"Pada 2015, Indonesia dimasukkan di dalam daftar hitam oleh FATF. Sehingga kita pontang-panting untuk mengeluarkan Indonesia dari daftar hitam. Karena kalau tidak, kita dikenakan embargo," tutur Ivan.

Pembuatan peta risiko tindak pidana pencucian uang domestik, kata Ivan, adalah rekomendasi pertama dari FATF untuk keluar dari daftar hitam.

"Pada 2016 kita keluar dari catatan hitam, non cooperative countries and territories," pungkas Ivan.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas