Gaji Presiden ACT Rp 250 Juta, Begini Perbandingannya dengan Gaji Presiden Jokowi dan Wapres
Gaji Presiden ACT Ibnu Khajar sempat mendapatkan gaji Rp 250 juta. Sementara gaji Presiden Indonesia adalah Rp Rp 30.240.000 per bulan
Editor: Erik S
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Besarnya gaji karyawan dan petinggi Lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) turut menjadi sorotan.
Gaji Presiden ACT Ibnu Khajar per bulan sempat mendapatkan gaji Rp 250 juta.
Baca juga: ACT Potong 13,7 Persen Donasi untuk Operasional, Petingginya Ternyata Sempat Dapat Gaji Rp 250 Juta
ACT sedang menjadi sorotan setelah muncul dugaan adanya penyelewengan dana.
Jika dibandingkan dengan gaji Presiden RI dan pejabat pemerintah lainnya, gaji Petinggi ACT itu masih lebih tinggi.
Gaji presiden dan wakil presiden diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 1978 tentang Hak Keuangan Administrasi Presiden dan Wakil Presiden, dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2000 tentang Gaji Pokok Pimpinan Lembaga Tinggi Negara.
Disebutkan dalam UU Nomor 7 Tahun 1978, gaji presiden ditetapkan sebesar enam kali gaji pokok pejabat tertinggi negara selain presiden dan wakil presiden.
Sementara gaji wakil presiden adalah empat kali gaji pokok pejabat tertinggi negara selain presiden dan wakil presiden.
Dalam PP Nomor 75 Tahun 2000, tertulis bahwa gaji Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Majelis Perwakilan Rakyat (MPR), dan Mahkamah Agung (MA) sebesar Rp 5.040.000 per bulan.
Baca juga: Presiden ACT Akui Soal Gaji Rp 250 Juta, Kini Tak Sampai Rp 100 Juta karena Donasi yang Masuk Turun
Dengan demikian, gaji presiden Indonesia mencapai Rp 30.240.000 per bulan, atau sebesar enam kali Rp 5.040.000.
Sementara gaji wakil presiden Indonesia mencapai Rp 20.160.000, atau empat kali Rp 5.040.000.
Tunjangan jabatan presiden dan wakil presiden
Selain gaji, presiden dan wakil presiden juga mendapatkan tunjangan jabatan dan tunjangan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi pegawai negeri.
Tunjangan presiden dan wakil presiden telah diatur dalam Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 68 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 168 Tahun 2000 tentang Tunjangan Jabatan Bagi Pejabat Negara Tertentu.
Baca juga: Disorot karena Dugaan Terima Gaji Fantastis, Ahyudin Pendiri ACT Singgung soal Fitnah
Besarnya tunjangan presiden ditetapkan sebesar Rp 32.500.000 per bulan, sedangkan wakil presiden mendapatkan tunjangan jabatan sebesar Rp 22.000.000.
Di samping gaji dan tunjangan, presiden dan wakil presiden juga diberi fasilitas berupa seluruh biaya yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas kewajibannya, seluruh biaya rumah tangganya, dan seluruh biaya perawatan kesehatannya serta keluarganya.
Presiden dan wakil presiden, masing-masing disediakan tempat kediaman jabatan negara dengan segala perlengkapannya serta kendaraan dengan pengemudinya.
Baca juga: Menko Polhukam Mahfud MD Mengaku Pernah Ditodong ACT: Saya Baru Selesai Beri Khutbah Jumat
Kemudian, presiden dan wakil presiden yang berhenti dengan hormat dari jabatannya juga berhak memperoleh pensiun.
Besarnya pensiun pokok adalah 100 persen dari gaji pokok terakhir.
Selain dari pensiun pokok, kepada bekas presiden dan bekas wakil presiden diberikan pula tunjangan-tunjangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai pensiun yang berlaku bagi pegawai negeri.
Lalu, ditanggung pula biaya rumah tangga yang berkenaan dengan pemakaian air, listrik, telepon, dan seluruh biaya perawatan kesehatannya serta keluarganya.
Gaji menteri
Gaji menteri ditetapkan sebesar Rp 5.040.000 per bulan. Sementara untuk tunjangannya yakni sebesar Rp 13.608.000 per bulan.
Angka tersebut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2000 tentang Gaji Pokok Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara Dan Anggota Lembaga Tinggi Negara serta Uang Kehormatan Anggota Lembaga Tertinggi Negara.
Sementara untuk tunjangan menteri juga diatur dalam regulasi Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2001.
Baca juga: Kementerian Sosial Ancam Bakal Bekukan Izin ACT Jika Ditemukan Indikasi Penggelapan Dana
Aturan soal tunjangan untuk menteri ini diatur dalam Pasal 2e Keputusan Presiden Nomor 68 Tahun 2001 tentang Tunjangan Jabatan Bagi Pejabat Negara Tertentu.
Tunjangan tersebut juga berlaku untuk Jaksa Agung, dan Panglima Tentara Nasional Indonesia serta pejabat lain yang kedudukannya atau pengangkatannya setingkat atau disetarakan dengan Menteri Negara.
Dengan demikian, jika ditotal antara keduanya, gaji dan tunjangan menteri negara dalam sebulan adalah sebesar Rp 18.648.000.
Namun yang perlu diketahui, selain gaji dan tunjangan pokok, menteri juga mendapatkan tunjangan operasional.
Tapi, tunjangan operasional hanya bisa dipergunakan membiayai kegiatan menteri dan bukan kepentingan pribadi.
Dengan kata lain, tunjangan operasional bukan bagian dari komponen take home pay. Besaran tunjangan operasional bahkan jauh melebihi gaji dan tunjangan menteri.
Penjelasan gaji petinggi ACT tinggi
Presiden ACT Ibnu Khajar mengakui adanya pemotongan 13,7 persen dari total uang donasi yang diperoleh setiap tahunnya.
Pemotongan dana tersebut diklaim untuk kebutuhan opersional termasuk membayar gaji karyawan dan para petinggi ACT.
Ibnu juga membenarkan bahwa gaji petinggi ACT khususnya presiden mencapai Rp 250 juta per bulan.
Gaji tersebut diterapkan pada awal tahun 2021 namun tidak diberlakukan permanen.
"Jadi kalau pertanyaan apa sempat berlaku (gaji Rp 250 juta), kami sempat memberlakukan di Januari 2021 tapi tidak berlaku permanen," katanya.
Penetapan gaji senilai Rp 250 juta itu tidak berlangsung lama lantaran donasi yang masuk ke lembaga ACT mengalami penurunan.
Baca juga: ACT Diduga Lakukan Penyelewengan, Kemenag Minta Pengelola Lembaga Zakat Hindari Perilaku Hedonisme
Gaji pimpinan dan karyawan akhirnya diturunkan.
"September 2021 soal kondisi filantropi menurun secara signifikan sehingga kami meminta seluruh karyawan untuk berlapang dada mengurangi gaji karyawan," katanya.
Sebagai pengganti presiden ACT sebelumnya, Ibnu mengaku kini gaji yang diterimanya tidak lebih dari Rp 100 juta.
Soal pemotongan dana donasi yang cukup tinggi jika melihat regulasi yang ada, Ibnu menyebut bahwa lembaganya merupakan lembaga kemanusiaan swadaya masyarakat.
ACT bukan lembaga akat infak dan sedekah yang memiliki aturan pemotongan 12,5 persen.
ACT juga bukan lembaga pengumpul sumbangan.
Baca juga: Update Dugaan Penyelewengan Dana ACT: Densus 88 Turun Tangan hingga Izin ACT Terancam Dibekukan
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan, potongan maksimal untuk donasi sosial hanya 10 persen.
"Kami perlu sampaikan di forum ini bahwa ACT adalah lembaga kemanusiaan yang memiliki izin dari Kemensos, bukan lembaga amil zakat yang izinnya dari Baznas atau Kemenag. Jadi ini yang perlu kami sampaikan untuk memahami posisi lembaga Aksi Cepat Tanggap. ACT adalah NGO yang sudah berkiprah di 47 negara," kata Ibnu.
Dalam kesempatan yang sama, Ibnu juga menyampaikan permohonan maaf kepada donator dan masyarakat Indonesia.
Kini sejumlah pihak termasuk Polri dan Densus 88 tengah melakukan penyelidikan terkait dugaan penyelewangan dana lembaga tersebut. (Tribunnews/Kompas.com)