BP2MI Selesaikan Persoalan PMI di Taiwan, Menunjukkan Negara Hadir dalam Masalah Pekerja Migran
Kepemimpinan Benny Rhamdani dinilai berhasil menunjukkan kehadiran negara dalam mengatasi permasalahan pekerja migran.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Relawan Jokowi Mania (JoMan), Immanuel Ebenezer mengapresiasi keberhasilan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) yang berunding dengan Taiwan dan menaikkan gaji pekerja migran Indonesia dari sektor domestik.
Immanuel Ebenezer alias Noel menyebut, kepemimpinan Benny Rhamdani berhasil menunjukkan kehadiran negara dalam mengatasi permasalahan pekerja migran.
"Kepemimpinan BP2MI yang dikomandoi oleh Pak Benny (menunjukkan) negara hadir dalam masalah pekerja migran. Selama ini kan, tata kelola ketenagakerjaan Indonesia semrawut," kata Immanuel Ebenezer kepada wartawan, Sabtu (9/7/2022).
Baca juga: BP2MI Angkat Bicara Soal Apjati yang Mengadu ke Moeldoko terkait Penempatan PMI
Noel menyoroti soal Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) yang diduga hanya bicara keuntungan saat membicarakan komponen fee agency. Padahal, aspek perlindungan hukum bagi pekerja migran sangat penting.
"Mereka hanya berbicara keuntungan dan cuan tapi mereka tidak berbicara tentang keselamatan, perlindungan hukum dan lainnya," ucapnya.
Karena itu, bagi Noel, pihaknya bakal mendukung semua langkah BP2MI yang berupaya melindungi pekerja migran Indonesia.
Sebagai sesama aktivis 98, Noel percaya sikap Benny Rhamdani yang berkomitmen melindungi para PMI.
"Negara ini (BP2MI) kan coba membuat regulasi agar terlindungi. Saya rasa (memang) ada beberapa kebijakan BP2MI ini yang harus diapresiasi. Saya mendukung sikap BP2MI dalam peran mereka membuat regulasi pekerja migran," ungkapnya.
Sebelumnya, BP2MI secara resmi menanggapi tuduhan dan keluhan yang disampaikan Apjati kepada Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko soal antrean penempatan PMI ke Taiwan.
Pelaksana Tugas Sekretaris Utama BP2MI, Achmad Kartiko menyebut tuduhan Apjati itu tidak tepat, tidak berdasar dan sangat tendensius.
Sebelumnya, pada Selasa (5/7/2022), Kepala Staf Kepresidenan Dr Moeldoko menerima kedatangan pengurus Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati), di gedung Bina Graha Jakarta.
Dalam pertemuan tersebut, Apjati mengungkapkan berbagai persoalan penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) pasca pandemi Covid-19.
Baca juga: Bantah Keluhan Apjati, BP2MI Serius Perjuangkan Penempatan Calon Pekerja Migran ke Taiwan
Ketua Umum DPP Apjati Ayub Basalamah mengatakan, seiring dengan melandainya pandemi, beberapa negara sudah membuka kembali peluang untuk penempatan Pekerja Migran Indonesia.
Seperti, Malaysia, Singapura, dan Taiwan. Hanya saja, sampai saat ini penempatan PMI ke beberapa negara tujuan belum bisa dilakukan karena terkendala sejumlah persoalan.
Ia mencontohkan, penempatan PMI ke Taiwan karena belum terbitnya biaya struktur atau cost structur dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).
"Ada 30 ribu PMI dengan tujuan penempatan Taiwan mengantre di Sisko P2MI (Sistem Komputerisasi Perlindungan Pekerja Migran Indoensia). Penempatan belum bisa dilakukan karena Kemenaker dan BP2MI belum terbitkan cost structure," kata Ayub.
Sebagai informasi, biaya struktur atau cost structure merupakan keseluruhan biaya bagi seseorang dalam rangka bekerja di luar negeri.
Di antaranya mencakup biaya pelatihan, persyaratan awal, dan biaya jati diri, seperti pengurusan paspor.
Di dalam negeri, biaya struktur menjadi acuan total biaya yang dibebankan kepada pencari kerja, dalam hal ini PMI.
Sementara bagi negara tujuan penempatan, biaya tersebut digunakan sebagai acuan biaya perekurtan pekerja asal Indonesia.
Dalam implementasinya, penetapan biaya struktur dilakukan atas dasar kesepakatan antara negara asal pekerja dengan negara yang menjadi tujuan penempatan.
"Belum keluarnya cost structure ini, membuat Taiwan juga belum bisa menerima PMI," terang Ayub.
Pada kesempatan itu, Ayub juga membeberkan, bahwa penempatan PMI ke Taiwan yang sudah berjalan merupakan program 2020 atau sebelum terjadi pandemi Covid-19, dengan total 86 ribu PMI. Sementara untuk penempatan baru, ujar dia, sampai saat ini masih belum ada.
"Kondisinya stuck bapak. Untuk itu kami datang ke sini (KSP) agar persoalan ini bisa selesai," ucapnya.
Selain persoalan penempatan PMI, Ayub juga menyampaikan tentang pentingnya penegakan hukum terhadap praktik-praktik penempatan Pekerja Migran Indonesia Non Presedural.
Sebab, Apjati menemukan, jumlah penempatan PMI Non Prosedural sangat besar, terutama ke negara-negara di Timur Tengah.
"Satu bulan bisa lima sampai tujuh ribu," jelas Ayub.