Sepakat Usul IMF, Wakil Ketua Komisi XI DPR Minta Pengawasan Penyaluran Subsidi Diperbaiki
International Moneter Fund (IMF) mengingatkan Indonesia agar lebih bijak mengelola subsidi.ini kata anggota DPR
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – International Moneter Fund (IMF) mengingatkan Indonesia agar lebih bijak mengelola subsidi.
Peringatan ini dinilai tepat mengingat ancaman resesi global akibat eskalasi konflik Rusia-Ukraina tak kunjung menunjukkan tanda-tanda segera berakhir.
“Kami menilai warning yang disampaikan oleh IMF agar subsidi harus benar-benar tepat sasaran harus dijadikan evaluasi pemerintah karena jika tidak hati-hati beban subsidi akan kian memberatkan APBN kita,” ujar Wakil Ketua Komisi XI DPR Fathan Subchi, Selasa (19/7/2022).
Baca juga: Menkeu: IMF Apresiasi Indonesia Sukses Jadi Tuan Rumah G20 Finance Track
Sebelumnya, Direktur IMF Kristina Georgiva menyarankan Indonesia untuk tidak memberikan subsidi secara umum, karena orang-orang kaya dapat turut menikmatinya.
Langkah ini agar perekonomian Indonesia dapat tumbuh optimal di masa sulit.
Hal itu disampaikan saat Kristina Georgiva berkunjung ke Pusat Perbelanjaan Sarinah, Jakarta, Minggu (17/7/2022).
Baca juga: Harga Melonjak, Pemerintah Batasi Pembelian Pupuk Subsidi
Fathan mengatakan beban subsidi APBN hari-hari ini kian berat.
Kenaikan harga minyak mentah maupun komoditas pangan akibat eskalasi perang Rusia dan Ukraina memberikan dampak besar bagi negara-negara di seluruh dunia.
“Situasi ini harus segera diantisipasi dengan langkah nyata karena kita tidak tahu kapan konflik Rusia-Ukraina ini akan berakhir. Empat bulan saja konflik itu telah memberikan dampak luas ke dunia. Kebangkrutan Srilangka menjadi contoh kongkret betapa besar dampak konflik tersebut ke dunia,” ujarnya.
Sebagai gambaran, lanjut Fathan akibat kemelut Rusia-Ukraina ini lonjakan harga minyak mentah jenis brent melompat sampai 51,6 persen dalam setahun terakhir menjadi USD113,6/barel per 28 Juni 2022.
Begitupun dengan harga gas alam (natural gas) yang melonjak sampai 80 % menjadi USD6,6/MMBtu per 28 Juni 2022 (yoy).
“Lonjakan harga brent ini membuat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di berbagai negara. Di negara liberal kenaikan harga BBM ini memicu inflansi tinggi. sementara di negara penganut subsidi seperti kita menjadi beban berat luar biasa bagi APBN,” katanya.
Politisi PKB ini menegaskan tidak ada yang salah dengan kebijakan subsidi pemerintah ini.
Hanya saja agar APBN tidak jebol, maka subsidi ini benar-benar harus tepat sasaran.