Penyebab Hujan Masih Turun di Musim Kemarau, BMKG Sebut Ada Faktor La Nina, Apa Itu?
BMKG memberikan penjelasan mengapa hujan masih turun meski sudah memasuki musim kemarau. BMKG mengatakan ada sejumlah faktor, salah satunya La Nina.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memberikan penjelasan mengapa hujan masih turun meski sudah memasuki musim kemarau.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, mengungkapkan salah satu faktor penyebab hujan masih turun di musim kemarau adalah adanya fenomena La Nina.
Dikutip dari laman BMKG, La Nina adalah fenomena alam yang menyebabkan udara terasa lebih dingin atau mengalami curah hujan yang lebih tinggi.
La Nina adalah kebalikan dari El Nino.
Saat La Nina terjadi, kondisi Suhu Muka Laut (SML) di Samudera Pasifik bagian tengah mengalami pendinginan di bawah kondisi normalnya.
"Kondisi tersebut masih turut berpengaruh terhadap penyediaan uap air secara umum di atmosfer Indonesia," ungkap Guswanto di Jakarta, Sabtu (16/7/2022) lalu.
Baca juga: Prakiraan Cuaca DKI Jakarta Kamis 21 Juli 2022: Jakarta Selatan Cerah di Pagi dan Siang Hari
Guswanto mengatakan, BMKG memprakirakan curah hujan intensitas ringan hingga lebat masih berpotensi mengguyur sebagian besar wilayah Indonesia hingga 23 Juli 2022.
Faktor Dipole Mode Samudra Hindia
Selain La Nina, faktor lain yang mempengaruhi masih turunnya hujan di musim kemarau adalah faktor dipole mole.
Dipole Mode (DM) adalah fenomena interaksi atmosfer laut yang terjadi di Samudra Hindia.
Guswanto mengatakan Dipole Mode di wilayah Samudra Hindia saat ini juga menunjukkan indeks yang cukup berpengaruh dalam memicu peningkatan curah hujan terutama di wilayah Indonesia bagian barat.
Adapun dalam skala regional, Guswanto mengatakan ada beberapa fenomena gelombang atmosfer yang aktif meningkatkan aktivitas konvektif dan pembentukan awan hujan.
Baca juga: Prakiraan Cuaca DKI Jakarta Kamis 21 Juli 2022: Jakarta Selatan Cerah di Pagi dan Siang Hari
Yaitu antara lain fenomena MJO (Madden Jullian Oscillation), gelombang Kelvin, dan gelombang Rossby yang terjadi pada periode yang sama.
"Adanya pola belokan angin dan daerah pertemuan serta perlambatan kecepatan angin (konvergensi) di sekitar Sumatera bagian selatan dan di Jawa bagian barat juga mampu meningkatkan potensi pembentukan awan hujan di wilayah tersebut didukung dengan anomali suhu muka laut positif yang dapat meningkatkan potensi uap air di atmosfer," ungkapnya.