Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Epidemiolog UI: Pelabelan BPA Pada Galon Guna Ulang Polikarbonat Diganjal Lobi Industri

Epidemiolog UI Pandu Riono menilai rencana pelabelan risiko BPA pada AMDK oleh BPOM diganjal kepentingan industri.

Editor: Firda Fitri Yanda
zoom-in Epidemiolog UI: Pelabelan BPA Pada Galon Guna Ulang Polikarbonat Diganjal Lobi Industri
Screenshot
Epidemiolog Universitas Indonesia (UI), dr.Pandu Riono pada webinar yang diselenggarakan ILUNI UI, Rabu (27/1/2021) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono menilai, rencana pelabelan risiko BPA pada AMDK (Air Minum Dalam Kemasan) atau galon guna ulang polikarbonat oleh BPOM diganjal kepentingan industri.

Padahal, menurut Pandu apa yang dilakukan BPOM adalah langkah konsisten untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dan memberikan informasi yang benar serta jujur.

"Usulan regulasi oleh BPOM itu ada, namun hal itu harus terganjal dengan adanya lobi-lobi industri maupun intervensi pihak luar. Sehingga kemudian dikembalikan oleh Sekab. Jadi ada intervensi dari industri. Namun, BPOM tetap konsisten mengajukan lagi agar segera jadi regulasi," ujar Pandu Riono ketika dihubungi wartawan Tribun, Rabu (20/7/2022).

Selain itu, ia juga mempertanyakan respon berlebihan kalangan industri terhadap rencana pelabelan risiko BPA pada AMDK (Air Minum Dalam Kemasan) atau galon guna ulang oleh BPOM.

Pasalnya, negara-negara maju sudah menerapkan kebijakan yang sama.

Bahkan Perancis menerapkan aturan lebih ketat dengan melarang penggunaan polikarbonat sebagai kemasan AMDK guna ulang lantaran mengandung BPA.

Berita Rekomendasi

"Kenapa industri minuman kemasan enggak mau regulasi label tersebut. Alasannya apa? Kan yang sedang dilakukan BPOM agar ada label setiap wadah plastik seperti galon, apakah dibuat dengan menggunakan BPA atau tidak," lanjutnya.

Ia juga mendesak agar, kewajiban labelisasi tersebut perlu lebih cepat dilaksanakan.

Pasalnya, kekhawatiran terhadap dampak BPA tidak hanya ada di Indonesia namun juga sudah ada di negara-negara maju.

Selain itu, melalui regulasi tersebut BPOM justru sedang mengedukasi masyarakat terkait dampak BPA terhadap kesehatan

"Ini efeknya pada kesehatan kan jangka panjang. Kalau memang tidak berdampak, lalu kenapa negara maju sudah menggantinya. Langsung saja wajib labelisasi, kok takut pada (lobi) industri," imbuh Pandu.

Diketahui, BOM berinisiatif melakukan pengaturan pelabelan AMDK pada kemasan plastik dengan melakukan revisi Peraturan Badan POM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.

Pengaturan pelabelan BPA pada AMDK ini juga dengan mempertimbangkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, regulasi, serta bukti ilmiah di negara lain.

Kepala BPOM Penny K.Lukito menegaskan, perlu dipahami bersama bahwa isu BPA dalam produk pangan olahan ini bukan masalah kasus lokal atau nasional, tetapi merupakan perhatian global yang harus  sikapi dengan cerdas dan bijaksana untuk kepentingan perlindungan kesehatan konsumen.

Agar tidak terjadi penyimpangan informasi, peraturan ini hanya mengatur kewajiban mencantumkan tulisan cara penyimpanan pada label AMDK: Simpan di tempat bersih dan sejuk, hindarkan dari matahari langsung, dan benda-benda berbau tajam.

Sementara pencantuman label Berpotensi Mengandung BPA pada produk AMDK yang menggunakan kemasan plastik PC.

Namun demikian, pencantuman label Berpotensi Mengandung BPA dikecualikan untuk produk AMDK dengan hasil analisis BPA tidak terdeteksi dengan nilai Limit of Detection (LoD) ≤ 0,01 bpj dan migrasi BPA dari kemasan plastik polikarbonat memenuhi ketentuan perundang-undangan.    

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas