Ray Rangkuti: Parpol Harus Calonkan Sosok yang Populer di Masyarakat untuk Dongrak Suara Partai
Lembaga Survei DTS Indonesia melakukan survei nasional secara reguler terkait Pemilu 2024.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Survei DTS Indonesia melakukan survei nasional secara reguler terkait Pemilu 2024.
Berdasarkan hasil survei pembentukan koalisi dini atau awal partai-partai, belum berdampak merata kepada elektabilitas anggota koalisi.
Menanggapi hal itu, Pengamat Politik Ray Rangkuti menjelaskan temuan itu memperkuat terminologi politik di Indonesia yakni elektabilitas partai ditentukan oleh partai dengan segala aktivitasnya.
Direktur Lingkar Madani (Lima) Indonesia itu juga menyarankan agar koalisi segera mengambil langkah pendekatan untuk memperlihatkan upaya mereka terhadap seorang calon.
"Misalnya seperti Koalisi Indonsia Bersatu (KIB) yang belum menetapkan satu nama tapi KIB sudah menunjukkan gelagat pada calon tertentu," kata Ray dalam keterangannya, Selasa (26/7/2022).
Menurut Ray, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) harus memperjelas kecenderungan terhadap nama calon.
Sebelumnya, KIB memang diidentikkan dengan nama Ganjar Pranowo namun hal itu masih belum cukup kuat.
Menurutnya, temuan survei DTS memberikan sinyal kuat bahwa partai harus mencalonkan sosok yang populer di masyarakat untuk mendongrak suara partai.
"Jadi, saya kira temuan DTS itu memberi sinyal yang kuat kepada koalisi kalau mereka tetap ngotot mencalonkan orang yang tidak begitu populer di tengah masyarakat. Risikonya, bukan saja calon mereka tidak terpilih tapi partainya mereka juga drop," ucap Ray.
Sebaliknya, ketika partai mengajukan nama calon presiden yang populer di tengah masyarakat, memang ada kemungkinan terpilih atau tidak.
Namun, hal itu dapat berimplikasi pada kenaikan suara partai.
"Jadi misalnya kalah di pilpres tapi kan setidaknya di pileg masih dapat suara," ucapnya.
Sebelumnya, Lembaga survei DTS Indonesia melakukan survei nasional secara reguler terkait pemilu 2024.
Survei yang dilakukan ini merupakan tahap ketiga 3. Survei dilakukan pada 28 Juni sampai dengan 8 Juli 2022, di 34 Provinsi. Survei dilakukan terhadal 2.059 responden, dengan margin of error ± 2,16 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.
Berdasarkan hasil survei pembentukan koalisi dini atau awal partai-partai, belum berdampak merata kepada elektabilitas anggota koalisi.
Elektabilitas dua partai besar yang membangun koalisi diantaranya Golkar yang membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bersama PAN dan PPP justru mengalami kontraksi. Begitu juga dengan Gerindra yang membangun koalisi dengan PKB.
Elektabilitas Golkar pada survei menjadi 8,8 persen, menurun dibandingkan survei pada Februari 2022 yang mencapai 10, 1 persen.
Sementara Elektabilitas Gerindra menjadi 9,1 persen menurun dibandingkan Februari 2022 yang mencapai 9,8 persen.
“Koalisi awal Golkar dan Gerindra mengalami kontraksi dalam dua survei terakhir,” kata Direktur Eksekutif DTS Indonesia Ainul Huda , dalam rilis survei, Minggu, (24/7/2022).
Sementara itu elektabilitas mitra koalisi diantaranya PPP, PAN dan PKB, mengalami kenaikan signifikan. Elektabilitas PPP naik menjadi 3,4 persen dari sebelumnya 2,2 persen. PAN naik menjadi 2 persen dari sebelumnya 1 persen, dan PKB naik menjadi 7 persen dari sebelumnya 4,6 persen.
“Untuk partai non-koalisi, elektabilitas PDIP masih tertinggi (20,3 persen) diantara partai-partai yang lain,” katanya.
Dalam survei tersebut diketahui juga elektabilitas Demokrat dan Nasdem pasca Rakernas partai, mengalami kenaikan hampir dua kali lipat dari survei sebelumnya. Elektabilitas Demokrat menjadi 9,5 persen dari sebelumnya 5,9 persen. Sementara itu Elektabilitas NasDem menjadi 6,5 persen dari sebelumnya 2,5 persen.