Terima Duit Rp10 Miliar dari ACT Pengurus Koperasi Syariah 212 Bakal Diperiksa Bareskrim Pekan Depan
Bareskrim Polri berencana memanggil pengurus Koperasi Syariah 212, diduga turut menerima aliran dana Rp10 miliar dari Aksi Cepat Tanggap
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bareskrim Polri menyatakan pihaknya berencana memanggil pengurus Koperasi Syariah 212 pada pekan depan.
Mereka dipanggil karena diduga turut menerima aliran dana Rp10 miliar dari Aksi Cepat Tanggap (ACT).
"Mungkin minggu depan, sekarang fokus pada tersangka dulu, kita lagi undang pemanggilan untuk tersangka hari Jumat begitu. Minggu depan kali," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan kepada wartawan, Selasa (26/7/2022).
Ia menyatakan bahwa nantinya mereka diperiksa terkait dugaan aliran dana dari ACT. Pasalnya, ada dugaan koperasi tersebut dikelola oleh orang yang masih terafiliasi dengan pengurus ACT.
"Lagi didalami semua, didalami semua dong, satu-satu didalami. Siapa pengurusnya, nanti ditanya, semua didalami, untuk apa, kan ada terafiliasi dengan perusahaannya," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Pendiri Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar diduga menyelewengkan dana bantuan Boeing atau Boeing Comunity Invesment Found (BCIF) terhadap ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada 2018 lalu.
Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Helfi Assegaf menyampaikan bahwa dana BCIF yang disalurkan Boeing sejatinya mencapai Rp138 miliar. Namun, uang Rp34 miliar tidak digunakan sesuai peruntukannya.
"Total dana yang diterima oleh ACT dari Boeing kurang lebih Rp138 miliar kemudian digunakan untuk program yang telah dibuat oleh ACT kurang lebih Rp103 miliar. Sisanya Rp34 miliar digunakan tidak sesuai peruntukannya," kata Helfi di Mabes Polri, Jakarta, Senin (25/7/2022).
Ia menuturkan bahwa uang Rp34 miliar tersebut digunakan untuk pengadaan armada truk Rp2 miliar, program Big Food Bus Rp2,8 miliar, dan pembangunan pesantren peradaban di Tasikmalaya Rp8,7 Miliar.
Baca juga: FAKTA 4 Petinggi ACT Jadi Tersangka Penyelewengan Dana, Peran Masing-masing hingga Ancaman Hukuman
Selanjutnya, kata Helfi, uang itu disalurkan untuk koperasi syariah 212 Rp 10 miliar, dana talangan CV Vun Rp3 miliar dan dana talangan PT MBGS Rp7,8 miliar.
"Total semua Rp 34,573,069,200. Kemudian selain itu juga digunakan untuk gaji para pengurus. Ini sekarang sedang dilakukan rekapitulasi dan menjadi tindak lanjut kami yang tadi disampaikan yaitu akan dilakukan audit pada ini," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Bareskrim Polri menetapkan pendiri Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar sebagai tersangka dugaan kasus penyelewengan donasi di lembaga filantropi tersebut.
Penetapan tersangka tersebut setelah penyidik melakukan gelar perkara pada Senin (25/7/2022). Hasilnya, keduanya ditetapkan sebagai tersangka.
Baca juga: PROFIL Koperasi Syariah 212, Diduga Terima Dana Penyelewengan ACT Rp10 Miliar
"Pada pukul 15.50 WIB, mereka sudah ditetapkan sebagai tersangka," ujar Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Helfi Assegaf di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (25/7/2022).
Selain dia, kata dia, penyidik juga menetapkan dua tersangka lainnya berinisial HH selaku Anggota Pembina ACT dan NIA selaku Anggota Pembina ACT.
Ia menyampaikan bahwa keempat tersangka kini masih belum diproses penahanan. Menurutnya, penyidik masih melakukan diskusi internal terkait rencana tersebut.
"Sementara kami masih melakukan diskusi internal terkait penangkapan dan penahanan," pungkasnya.
Terancam 20 Tahun Penjara
Pendiri Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar dipersangkakan pasal berlapis seusai menjadi tersangka dugaan kasus penggelapan donasi umat.
Selain mereka, penyidik juga menetapkan dua petinggi ACT lainnya menjadi tersangka dalam kasus tersebut. Mereka adalah anggota pembina ACT berinisial HH dan NIA.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menyatakan bahwa keempatnya kini disangkakan melanggar pasal tindak pidana penggelapan, ITE hingga pencucian uang.
"Persangkaan pasal tindak pidana penggelapan dan atau penggelapan dalam jabatan dan atau tindak pidana informasi dan transaksi Elektronik dan atau tindak pidana yayasan dan atau tindak pidana pencucian uang," kata Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Senin (25/7/2022).
Adapun hal itu termaktub dalam Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 374 KUHP dan atau Pasal 45A Ayat (1) jo. Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Lalu, Pasal 70 Ayat (1) dan Ayat (2) jo. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Berikutnya, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 KUHP jo. Pasal 56 KUHP.
Dalam kasus ini, kata Ramadhan, pihaknya juga telah memeriksa 26 orang sebagai saksi. Adapun saksi yang diperiksa berasal dari saksi ahli podana hingga ITE.
"Penyidik memeriksa saksi 26 saksi yg trdri 21 saksi dan lima saksi ahli, di antaranya satu ahli ite, satu ahli bahasa, 2 ahli yayasan, satu ahli pidana," jelasnya.
Sementara itu, Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Helfi Assegaf menyatakan para tersangka terancam hukuman paling lama selama 20 tahun penjara.
"Kalau TPPU sampai 20 tahun dan penggelapan 4 tahun," pungkasnya.