Meski Terbatas, Kaum Difabel Punya Kesempatan yang Sama untuk Mandiri secara Finansial
terkadang kaum ini pun termarjinalkan dan terpaksa membentuk komunitas sendiri, lalu menuangkan ide kreatif mereka dalam komunitas tersebut.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di masa pandemi virus corona (Covid-19) ini, kondisi perekonomian seluruh masyarakat tentunya turut terdampak.
Mereka yang mengalami kelesuan ekonomi ini tidak hanya berasal dari kelompok masyarakat secara umum saja, namun juga kelompok yang memiliki kemampuan berbeda seperti kaum difabel.
Perlu diketahui, hingga saat ini tidak semua pekerjaan siap untuk menerima kaum difabel, padahal mereka juga memiliki kompetensi yang sama dengan kelompok masyarakat pada umumnya.
Sehingga terkadang kaum ini pun termarjinalkan dan terpaksa membentuk komunitas sendiri, lalu menuangkan ide kreatif mereka dalam komunitas tersebut.
Menariknya, ide kreatif dalam komunitas ini pun tidak jarang turut 'mendatangkan cuan' untuk perekonomian mereka sendiri.
Nah, saat ini telah banyak bermunculan bisnis yang dibentuk atau turut melibatkan kaum difabel.
Satu diantaranya toko kue dan roti 'Fingertalk', yang melibatkan kelompok yang kehilangan kemampuan mendengar atau tuli (tunarungu).
Baca juga: 67 Peserta SBMPTN Difabel Diterima, Ketua LTMPT: Persaingannya Lebih Ketat
Para karyawan di toko yang bergerak di bidang kuliner itu merupakan anak muda yang menggunakan bahasa isyarat melalui gerakan tangan dan bibir dalam berkomunikasi, tentunya ini menjadi keunikan tersendiri bagi Fingertalk.
Chief Financial Officer Fingertalk, Lisma mengatakan bahwa proses pengolahan hingga promosi produk yang ditawarkan toko tersebut tentu melibatkan anak muda dari kelompok ini.
"Mulai dari membuat roti hingga promosi, teman-teman tuli semua terlibat," kata Lisma, dalam keterangan resminya, Kamis (28/7/2022).
Ia pun menjelaskan bahwa toko yang terletak di kawasan Cinere Depok, Jawa Barat itu sebenarnya telah beroperasi jauh sebelum pandemi.
Namun karena omzet yang terus mengalami penurunan drastis sejak dimulainya pandemi, maka toko ini pun terpaksa harus ditutup.
Hal ini tentu berdampak buruk pada perekonomian para karyawan Fingertalk yang merupakan kaum tunarungu.
Mereka bahkan tidak memiliki penghasilan sedikitpun untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.