Sejarah Bendera Merah Putih, Bendera Pusaka Negara Indonesia
Inilah sejarah lengkap tentang Bendera Merah Putih, bendera pusaka negara Indonesia, dari mulai saat dirancang hingga pengibarannya berikut ini.
Penulis: Oktaviani Wahyu Widayanti
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Bendera Merah Putih adalah bendera pusaka negara Indonesia.
Sejarah dan awal mula bendera Indonesia ini bermula dari kabar saat Nippon menyiarkan kabar tentang diperbolehkannya Indonesia merayakan kemerdekaannnya.
Pada 7 September 1944, Indonesia diperkenankan untuk merdeka oleh Nippon.
Mengutip dari kemdikbud.go.id, Chuuoo Sangi In (badan yang membantu pemerintah pendudukan Jepang terdiri dari orang Jepang dan Indonesia) pun mulai menyelenggarakan sidang tidak resmi pada 12 September 1944 dipimpin Ir. Soekarno sejak kabar tersebut disiarkan.
Sidang itu membahas tentang pengaturan tentang pemakaian bendera serta lagu kebangsaan di Indonesia.
Baca juga: Sejarah dan Isi Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945
Hasil dari sidang tersebut adalah pembentukan panitia bendera kebangsaan merah putih dan panitia lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Panitia bendera kebangsaan memilih warna merah dan putih sebagai warna bendera serta sebagai simbol dari negara Indonesia.
Warna merah dari bendera Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara yang gagah dan berani.
Sementara warna putih melambangkan kesucian, yang berarti bendera Indonesia ini suci.
Perpaduan warna merah dan putih ini kemudian menjadi gambaran jati diri bangsa Indonesia.
Baca juga: Ukuran Bendera Merah Putih dan Aturan Pemasangan yang Sesuai dengan Undang-Undang
Tak hanya membahas tentang warna bendera, panitia tersebut juga membahas tentang ukuran bendera Indonesia.
Kemudian ditetapkan bahwa ukuran bendera Indonesia ini sama dengan ukuran bendera Nippon, perbandingan antara panjang dan lebar adalah tiga banding dua.
Panitia yang membahas tentang bendera Indonesia diketuai oleh Ki Hajar Dewantara, dengan anggotanya terdiri dari Puradireja, Dr. Poerbatjaraka, Prof. Dr. Hoesein Djajadiningrat, Mr. Moh. Yamin, dr. Radjiman Wedyodiningrat, Sanusi Pane, KH. Mas Mansyur, PA Soerjadiningrat, dan Prof. Dr. Soepomo.
Setelah itu, Soekarno meminta kepada Shimizu untuk memerintahkan Chaerul Basri mengambil kain dari gudang di Jalan Pintu Air untuk dibawa ke Jalan Pegangsaan Nomor 56 Jakarta.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.