Anggota DPR Sebut Bukan Hal Mustahil Istri Irjen Ferdy Sambo Jadi Korban Kekerasan Seksual
Nurhuda memahami bahwa kasus dugaan kekerasan seksual terhadap istri Sambo menimbulkan pro kontra, karena sebagian publik beranggapan tidak mungkin
Penulis: Reza Deni
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VIII DPR RI, MF Nurhuda Yusro, bicara soal kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual yang bisa terjadi di ruang-ruang privat seperti rumah, lingkungan sekolah, sementara pelakunya bisa jadi orang-orang terdekat dengan korban.
Hal tersebut menyangkut kasus penembakan Brigadir J, yang mana PC, istri Kepala Divisi Propam Polri nonaktif Irjen Ferdy Sambo juga diduga menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat di rumahnya Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Jumat, 8 Juli 2022.
Nurhuda memahami bahwa kasus dugaan kekerasan seksual terhadap istri Sambo pun menimbulkan pro kontra, karena sebagian publik beranggapan tidak mungkin anak buah itu berani melakukan perbuatan asusila kepada istri majikannya.
Padahal, tidak mustahil juga jika anak buah berani berbuat hal menyimpang.
Berdasarkan Catatan Akhir Tahun (Catahu) Komnas Perempuan (2019), sebanyak 71 persen atau 9.637 kasus kekerasan seksual terjadi di ranah privat.
Dari angka tersebut, 1071 diantaranya adalah kasus inses.
Diikuti perkosaan, pencabulan, persetubuhan, eksploitasi seksual, marital rape, pelecehan seksual, percobaan pemerkosaan, perbudakan seksual, kekerasan seksual di dunia maya dan aborsi.
“Data di atas menunjukkan bahwa ruang-ruang privat yang selama ini dianggap aman seperti rumah, bukan hal yang mustahil seorang istri majikan mendapatkan ancaman kekerasan seksual di lingkup rumah oleh anak buahnya. Apalagi, korban sampai melaporkan kasusnya untuk mendapatkan perlindungan,” kata Nurhuda kepada wartawan pada Rabu, (3/8/2022).
Baca juga: Adu Pendapat Kuasa Hukum Istri Ferdy Sambo dan Pengacara Brigadir J soal Laporan Dugaan Pelecehan
Dalam kacamata psikologi, kata dia, pelaku kekerasan seksual terbagi menjadi dua.
Pertama, pelaku kekerasan seksual yang motifnya adalah balas dendam.
Kedua, kekerasan seksual yang pelakunya adalah karena memiliki gangguan kejiwaan.
“Bagi pelaku kekerasan seksual yang motifnya balas dendam, biasanya ia melakukan kekerasan seksual karena ingin melihat orang lain menderita. Penyebabnya, mungkin pelakunya pernah mendapatkan perlakuan yang sama. Sehingga, ia senang jika orang lain mengalami hal serupa,” ujar Legislator PKB itu.
Menurut dia, hal ini berbeda dengan pelaku kekerasan seksual karena memiliki gangguan kejiwaan.
Penyimpangan yang dilakukan karena pelaku memiliki masa lalu yang kelam. Rata-rata, pelaku jenis ini mengalami trauma terhadap sebuah peristiwa di masa lalu.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.