KPK Ungkap Kode 'Apelnya Kroak' dalam Kasus Suap Restitusi Pajak Tol Solo-Kertosono
Kode "apelnya kroak" dalam kasus dugaan suap pembayaran restitusi pajak proyek pembangunan jalan tol Solo-Kertosono
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kode "apelnya kroak" dalam kasus dugaan suap pembayaran restitusi pajak proyek pembangunan jalan tol Solo-Kertosono (Soker) pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pare, Jawa Timur.
Sandi itu merupakan kode suap yang diserahkan Kuasa Joint Operation (JO) China Road and Bridge Corporation (CRBC), PT Wijaya Karya (WIKA), dan PT Pembangunan Perumahan (PP) Tri Atmoko (TA) dengan Supervisor Tim Pemeriksa Pajak KPP Pare, Jawa Timur Abdul Rachman (AR).
"Apelnya kroak" merujuk pada pemberian uang Rp895 juta dari total kesepakatan Rp1 miliar soal persetujuan restitusi pajak proyek tol Soker senilai Rp13,2 miliar yang diajukan JO tersebut selaku kontraktor.
Baca juga: KPK Sebut Transaksi Suap Kasus Restitusi Pajak Tol Soker Terjadi di Tepi Jalan Kantor APH Blok M
"TA menghubungi AR untuk membicarakan kelanjutan penyerahan uang dengan istilah 'apelnya kroak' di mana dari total permintaan Rp1 miliar oleh AR, TA baru bisa menyanggupi senilai Rp895 juta," ungkap Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (5/8/2022).
Konstruksi kasus
Dalam perkara ini, KPK menetapkan tiga tersangka dugaan suap pembayaran restitusi pajak proyek pembangunan jalan tol Solo-Kertosono pada KPP Pare, Jatim.
Ketiga tersangka yaitu Tri Atmoko, Kuasa Joint Operation China Road and Bridge Corporation, PT WIKA, dan PT PP selaku pemberi suap.
Kemudian Abdul Rachman, Supervisor Tim Pemeriksa Pajak pada KPP Pare dan Suheri, pihak swasta selaku penerima suap.
Asep menjelaskan, JO CRBC, PT WIKA, dan PT PP sebagai pelaksana pembangunan jalan tol Soker terdaftar sebagai salah satu wajib pajak di KPP Pare, Jawa Timur.
Baca juga: KPK Telusuri Aliran Uang Bupati PPU Lewat PT Transwisata Prima Aviation dan Partai Demokrat
Sekira Januari 2017, JO tersebut mengajukan adanya restitusi alias pengembalian atas kelebihan pembayaran untuk tahun 2016 ke KPP Pare senilai Rp13,2 miliar.
Abdul Rachman ditunjuk sebagai salah satu dari tim pemeriksa dengan posisi supervisor untuk melakukan pemeriksaan restitusi pajak JO dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.
Sekira Agustus 2017, KPP Pare menerbitkan surat pemberitahuan pada JO untuk dilakukan pemeriksaan lapangan oleh tim pemeriksa pajak.
Merespons surat pemberitahuan tersebut, Wen Yuegang selaku Chairman Board of Management Joint operation CRBC-PT WIKA-PT PP menunjuk Tri Atmoko sebagai kuasa untuk mengurus restitusi pajak.
Asep mengatakan, Tri Atmoko diduga berinisiatif memberikan sejumlah uang kepada Abdul Rachman selaku supervisor tim pemeriksa pajak KPP Pare supaya pengajuan restitusi pajak disetujui.
"AR kemudian menyetujui keinginan TA dengan kesepakatan imbalan berupa permintaan fee 10 persen atau setidaknya Rp1 miliar," kata Asep.
Menurut dia, Abdul Rachman kemudian mengenalkan Suheri selaku orang kepercayaannya kepada Tri Atmoko.
Perkenalan itu bertujuan agar penyerahan uang nantinya diwakili melalui perantaraan Suheri di Jakarta.
Asep mengungkap, terdapat kode suap "apelnya kroak" yang dikomunikasikan antara Tri Atmoko dengan Abdul Rachman pada Mei 2018.
Kode tersebut merujuk pada penyerahan uang yang baru dilakukan Tri Atmoko senilai Rp895 juta dari total kesepakatan Rp1 miliar.
"AR sempat meminta dan mengarahkan TA agar penyerahan uang Rp895 juta melalui SHR (Suheri) dilakukan di kantor Pusat Dirjen Pajak, Jakarta namun kemudian berpindah ke salah satu tepi jalan yang berdekatan dengan kantor aparat penegak hukum di wilayah Blok M, Jakarta Selatan dan uang tersebut kemudian diterima AR melalui SHR," jelas Asep.
Atas perbuatannya, Tri Atmoko selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara Abdul Rachman dan Suheri selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.