Periksa Pejabat PT Midi Utama Indonesia, KPK Dalami Aliran Uang Pengurusan Izin Alfamidi di Ambon
KPK terus usut dugaan suap persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail Alfamidi di Ambon, gratifikasi dan TPUU yang jerat Richard Louhenapessy
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus dugaan suap persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail Alfamidi tahun 2020 di Kota Ambon dan penerimaan gratifikasi serta sangkaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat eks Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy (RL).
Pada Kamis (4/8/2022), tim penyidik KPK memeriksa seorang pejabat PT Midi Utama Indonesia bernama Solihin di Gedung Merah Putih KPK Jakarta.
Lewat Solihin, KPK berusaha mendalami aliran uang untuk pengurusan berbagai dokumen persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail maupun kegiatan usaha lainnya tahun 2020 di Kota Ambon.
"Solihin (Corp Communication, License and Franchise Director PT Midi Utama Indonesia), saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya aliran sejumlah uang untuk pengurusan berbagai dokumen persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail maupun kegiatan usaha lainnya tahun 2020 di Kota Ambon," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (5/8/2022).
Di tempat terpisah di Kantor Mako Brimob Ambon, tim penyidik KPK juga memeriksa sejumlah saksi.
Yakni, Nandang Wibowo, License Manager PT Midi Utama Indonesia, Tbk cabang Ambon tahun 2019-sekarang; Wahyu Somantri, Deputy Branch Manager PT Midi Utama Indonesia, Tbk cabang Ambon tahun 2019-sekarang; Philygrein Miron Calvert Hehanussa, wiraswasta; dan Maria Sutini Weking, wiraswasta.
Ali Fikri mengatakan, materi yang dikonfirmasi kepada para saksi di Ambon sama seperti yang ditanyakan tim penyidik KPK kepada Solihin.
KPK telah menetapkan Wali Kota Ambon periode 2011-2016 dan 2017-2022 Richard Louhenapessy dengan sangkaan TPPU.
"Selama proses penyidikan dugaan perkara awal tersangka RL, tim penyidik KPK kemudian mendapati adanya dugaan tindak pidana lain yang diduga dilakukan saat yang bersangkutan masih aktif menjabat Wali Kota Ambon berupa TPPU," kata Ali Fikri, Senin (4/7/2022).
Richard Louhenapessy disinyalir sengaja menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul kepemilikan harta benda menggunakan indentitas pihak-pihak tertentu.
Untuk diketahui, Richard Louhenapessy sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail Alfamidi tahun 2020 di Kota Ambon dan penerimaan gratifikasi.
Dia dijerat bersama Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemkot Ambon Andrew Erin Hehanussa dan Kepala Perwakilan Regional Alfamidi Kota Ambon Amri.
Dalam konstruksi perkara, disebutkan dalam kurun waktu tahun 2020, Richard Louhenapessy yang menjabat Wali Kota Ambon periode 2017-2022 memiliki kewenangan, salah satu di antaranya terkait dengan pemberian persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Kota Ambon.
Dalam proses pengurusan izin tersebut, KPK menduga Amri aktif berkomunikasi hingga melakukan pertemuan dengan Richard agar proses perizinan bisa segera disetujui dan diterbitkan.
Menindaklanjuti permohonan Amri, Richard Louhenapessy kemudian memerintahkan Kadis PUPR Pemkot Ambon untuk segera memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin, di antaranya Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
Untuk setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan dimaksud, Richard Louhenapessy meminta agar penyerahan uang dengan minimal nominal Rp25 juta menggunakan rekening bank milik Andrew yang adalah orang kepercayaan Richard.
Baca juga: KPK Tambah Masa Penahanan Eks Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy Selama 30 Hari
Khusus untuk penerbitan terkait Persetujuan Prinsip Pembangunan untuk 20 gerai usaha retail, Amri diduga kembali memberikan uang kepada Richard Louhenapessy sekira sejumlah Rp500 juta yang diberikan secara bertahap melalui rekening bank milik Andrew.
Richard Louhenapessy diduga pula menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi dan hal ini masih terus didalami lebih lanjut oleh tim penyidik.