Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Apa Itu Obstruction of Justice? Istilah Hukum dalam Kasus Tewasnya Brigadir J

Komnas HAM menyebut ada indikasi kuat terjadinya obstruction of justice dalam kasus tewasnya Brigadir J. Berikut penjelasan obstruction of justice.

Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Pravitri Retno W
zoom-in Apa Itu Obstruction of Justice? Istilah Hukum dalam Kasus Tewasnya Brigadir J
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Kadiv Propam non aktif Irjen Pol Ferdy Sambo saat tiba di gedung Bareskrim Polri untuk menjalani pemeriksaan di Jakarta, Kamis (4/8/2022). Komisioner Komnas HAM RI, M Choirul Anam, mengatakan indikasi obstruction of justice semakin menguat setelah pihaknya meminta keterangan kepada tersangka Bharada E, Senin (15/8/2022). Berikut penjelasan mengenai apa itu obstruction of justice. 

TRIBUNNEWS.COM - Penanganan kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J yang melibatkan eks Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo, masih terus bergulir.

Terbaru, Komnas HAM menyebut ada indikasi kuat terjadinya obstruction of justice dalam penanganan kasus tewasnya Brigadir J.

Komisioner Komnas HAM RI, M Choirul Anam, mengatakan indikasi obstruction of justice semakin menguat setelah pihaknya meminta keterangan kepada tersangka Bharada E, Senin (15/8/2022).

Lantas, apa itu obstruction of justice?

Dikutip dari Cornell Law School, obstruction of justice adalah segala tindakan mengancam (lewat kekuasaan, komunikasi) memengaruhi, menghalangi, menghambat sebuah proses hukum administratif. 

Secara sederhana obstruction of justice adalah segala bentuk intervensi atau menghalangi sebuah proses hukum. 

Baca juga: 63 Personel Polri Terseret Kasus Ferdy Sambo, Penasehat Ahli Kapolri Buka Suara

Kategori obstruction of justice

Berita Rekomendasi

Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, menjelaskan ada tiga unsur perbuatan yang masuk kategori obstruction of justice, yaitu:

(1) Adanya tindakan yang menyebabkan tertundanya proses hukum (pending judicial proceedings);

(2) Pelaku mengetahui tindakannya atau menyadari perbuatannya yang salah atau fiktif/palsu (knowledge of pending proceedings);

(3) Pelaku bertujuan untuk mengganggu atau mengintervensi proses atau administrasi hukum (acting corruptly with intent). 

Menurut Julius Ibrani, dalam kasus tewasnya Brigadir J, Irjen Ferdy Sambo diduga melakukan obstruction of justice.

Mulai dari dugaan merekayasa peristiwa dan merusak serta menghilangkan alat bukti CCTV, TKP, dan lainnya.

"Polri harus memastikan pemeriksaan dugaan pidana Obstruction of Justice memenuhi unsur tersebut, bukan hanya sebatas pelanggaran profesionalitas dan etik saja," ungkap Julius kepada Tribunnews.com, Selasa (16/8/2022).

Irjen Ferdy Sambo saat datangan Bareskrim Polri, guna diperiksa sebagai saksi atas kasus tewasnya Brigadir J, Kamis (4/8/2022).
Irjen Ferdy Sambo saat datangan Bareskrim Polri, guna diperiksa sebagai saksi atas kasus tewasnya Brigadir J, Kamis (4/8/2022). ((Tangkap layar YouTube Kompas TV))

Baca juga: LPSK Sebut Istri Ferdy Sambo Punya Gejala Masalah Kesehatan Jiwa, Bisa Alami PTSD Disertai Depresi

Polri, lanjut Julius, tidak bisa bermain di level popularitas belaka dengan melakukan pemecatan jabatan struktural, tanpa menjelaskan apa saja perbuatan obstruction of justice yang terjadi.

Termasuk menjelaskan kepada publik siapa saja yang menjalankan skenario rekayasa Irjen Ferdy Sambo dengan kesadaran dan pengetahuan penuh sejak awal, sehingga menghalangi Pro Justitia.

"Sebaliknya, mereka yang tidak mengetahui adanya rekayasa oleh Irjen FS, dan bahkan kena prank (dibohongi) tidak dapat dikenakan pidana obstruction of justice," ungkap Julius.

Obstruction of justice dalam Undang-undang

Dilansir Kompas TV, obstruction of justice juga termuat dalam Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), serta Pasal 221 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). 

Pasal 21 UU Tipikor:

Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta.

Baca juga: Banyak Temuan Komnas HAM di TKP Tewasnya Brigadir J: Kesaksian Ajudan hingga Percakapan di Medsos

Pasal 221 KUHP

Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah :

(1) Barangsiapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau yang dituntut karena kejahatan, atau barangsiapa memberi pertolongan kepadanya untuk menghindari penyidikan atau penahanan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian, atau oleh orang lain menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian;

(2) Barangsiapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian.

Aturan di atas tidak berlalu bagi orang yang melakukan perbuatan tersebut dengan maksud untuk menghindarkan atau menghalaukan bahaya penuntutan terhadap seorang keluarga sedarah atau semenda garis lurus atau dalam garis menyimpang derajat kedua atau ketiga, atau terhadap suami/istrinya atau bekas suami/istrinya.

Komnas HAM Minta Keterangan Bharada E

Komisioner Komnas HAM RI M Choirul Anam saat konferensi pers di kantor Komnas HAM RI Jakarta Pusat pada Senin (15/8/2022). Komnas HAM mengungkapkan dari pemeriksaan Bharada E menemukan indikasi kuat adanya obstruction of justice (perintangan penyelidikan) dalam kasus tewasnya Brigadir J.
Komisioner Komnas HAM RI M Choirul Anam saat konferensi pers di kantor Komnas HAM RI Jakarta Pusat pada Senin (15/8/2022). Komnas HAM mengungkapkan dari pemeriksaan Bharada E menemukan indikasi kuat adanya obstruction of justice (perintangan penyelidikan) dalam kasus tewasnya Brigadir J. (Kanal Youtube Humas Komnas HAM RI)

Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, Komnas HAM telah meminta keterangan kepada tersangka kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Bharada E, di Bareskrim Polri selama kurang lebih dua jam, Senin (15/8/2022).

Komisioner Komnas HAM RI, M Choirul Anam, mengungkapkan dari pemeriksaan tersebut Komnas HAM menemukan indikasi kuat adanya obstruction of justice (perintangan penyelidikan) dalam kasus tewasnya Brigadir J.

Indikasi atau dugaan kuat tersebut, kata Anam, diperoleh di antaranya dengan menyandingkan keterangan terbaru Bharada E kepada Komnas HAM dengan data yang dimiliki Komnas HAM.

Hal tersebut disampaikannya saat konferensi pers di kantor Komnas HAM RI Jakarta Pusat pada Senin (15/8/2022) yang disiarkan di kanal Youtube Humas Komnas HAM RI.

"Indikasinya sangat kuat, adanya obstruction of justice. Yang kita telusuri, mulai dari kisah Magelang, Saguling (rumah pribadi Irjen Ferdy Sambo, sampai TKP (rumah dinas Sambo)," kata Anam.

"Itu semua kita uji dengan dokumen-dokumen yang sudah kami dapat, foto-foto yang juga sudah kami dapat, percakapan-percakapan yang juga kami dapat," sambung dia.

(Tribunnews.com/Gilang Putranto, Gita Irawan) (Kompas TV/Gilang Romadhon)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas