Peradi: Aparat yang Bantu Hilangkan Bukti Tewasnya Brigadir J Tak Cukup Diperiksa Kode Etik
Dewan Pakar Peradi Usman Hamid menyebut polisi yang melakukan penghilangan dan perusakan barang bukti dalam kasus pembunuhan Brigadir J harus dihukum
Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Para aparat penegak hukum yang melakukan penghilangan bahkan perusakan barang bukti dalam kasus pembunuhan Brigadir Novriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J, seharusnya dihukum lebih berat.
Yakni dihukum pidana, bukan hanya dihukum karena pelanggaran kode etik profesi.
Hal tersebut disampaikan Dewan Pakar Peradi, Usman Hamid, Rabu (17/8/2022) yang dikutip dari Kompas Tv.
"Sebenarnya bukan hanya pelanggaran kode etik (yang polisi lakukan) tetapi juga apa yang dilakukan oleh mereka sudah merupakan pelanggaran hukum pidana (yaitu) menghilangkan bukti, merusak bukti atau menghancurkan bukti."
"Jadi tindakan-tindakan yang selama ini dilakukan di internal kepolisian menurutnya tidak cukup hanya dengan pemeriksaan internal kode etik profesi atau misalnya penempatan khusus."
"Memang apa yang mereka lakukan melanggar kode etik profesi kepolisian, tetapi bukan hanya itu, melainkan juga pelanggaran hukum pidana," kata Usman.
Baca juga: Mabes Polri Diminta Bongkar dan Tangkap Pelaku di Balik Mafia Judi Online
Pelanggaran hukum pidana yang dimaksud dapat berupa ancaman hukuman empat tahun bahkan bisa di atas lima tahun penjara.
Ini sesuai dengan Pasal 233 Tentang Obstruction of Justice atau dengan pasal 52 KUHP Pidana.
"Misalnya kalau kita baca Pasal 233 Tentang Obstruction of Justice atau dengan Pasal 52 KUHP Pidana yang memberi tanggungjawab lebih besar kepada penegak hukum kepada pejabat penegak hukum termasuk kepolisian untuk tidak merusak bukti atau menghilangkan bukti dengan cara-cara yang koruptif atau dengan cara apapun pengaruh komunikasi surat dan lain sebagainya,"
"Nah kalau mereka misalnya terlibat di dalam tindakan Obstruction of Justice yang melanggar pasal 233 KUHP dan pasti 52 KUHP maka tidak cukup ditempatkan secara khusus mereka harus ditahan, ditahan dalam proses pidana," jelas Usman.
Inilah momen yang ditunggu masyarakat, polisi tetap menindak tegas para aparat penegak hukum sekalipun.
"Jadi saya kira kepolisian sekarang ditunggu oleh masyarakat, apakah berani bisanya mengambil tindakan proses hukum pidana, menahan atau bahkan menetapkan mereka sebagai tersangka dari pelanggaran hukum pidana akan dengan Obstruction of Justice dalam kasus pembunuhan Brigadir Yoshua," lanjut Usman.
Baca juga: KPK akan Verifikasi Laporan Dugaan Suap 2 Amplop Cokelat Tebal 1 Cm dari Ferdy Sambo ke LPSK
Terkait apakah terjadi kepentingan internal politik di Polri, Usman mengatakan selama proses penyelidikan berjalan transparan dan ada bukti yang bisa dipertanggungjawabkan, maka hal itu tidak akan terjadi.
"Sejauh itu diselenggarakan secara transparan saya kira itu tidak akan dipolitisasi, kalaupun ada misalnya dinamika internal itu hal yang wajar sejauh memang itu bisa diproduktifkan dalam mendorong reformasi yang positif bagi kepolisian."