Pansus BLBI DPD Angkat Bicara soal Penarikan Fadel Muhammad Sebagai Wakil Ketua MPR
Pansus BLBI DPD RI angkat bicara perihal penarikan Fadel Muhammad sebagai Wakil Ketua MPR.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) akhirnya angkat bicara terkait penarikan Fadel Muhammad sebagai Wakil Ketua MPR.
Mereka menegaskan, keputusan pencopotan Fadel ini sangat tepat demi menjaga martabat dan marwah DPD RI.
Karena itu, mereka menyarankan agar politisi Partai Golkar itu fokus menyelesaikan masalah utang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang yang diduga belum lunas atas nama bank yang dimilikinya, yakni Bank Intan ketimbang meributkan masalah pencopotannya dari unsur pimpinan DPD.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) BLBI DPD, Bustami Zainudin mengatakan, keputusan penarikan Fadel Muhammad sudah menjadi keputusan kolektif DPD RI.
Keputusan ini diambil dalam forum tertinggi, yakni Sidang Paripurna ke-2 DPD RI masa sidang I Tahun Sidang 2022-2023.
“Dari 136 anggota DPD, 96 anggota menginginkan Pak Fadel diganti. Dari perspektif saya, sebaiknya Pak Fadel menerima ini dan segera fokus menyelesaikan masalahnya dengan Satgas BLBI,” kata Bustami dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (23/8/2022).
Baca juga: Pemerintah Diminta Hapus Mata Anggaran untuk Pembayaran Subsidi Bunga Obligasi Rekap Eks BLBI
Bustami menjelaskan Pansus BLBI DPD bekerja berdasar temuan BPK dan Kemenkeu.
Makanya, kata dia, pada 10 Agustus lalu Pansus BLBI DPD memanggil Fadel Muhammad untuk dikonfirmasi mengenai data Kemenkeu dan BPK terkait soal BLBI yang diterima Bank Intan.
Menurut Bustami, data Kemenkeu dan BPK disebutkan bahwa per Desember 2020 Bank Intan masih memiliki utang kepada negara sebesar Rp136,43 Miliar.
Namun kepada Pansus BLBI DPD, menurut Bustami, Fadel mengatakan bahwa masalah utang BLBI Bank Intan sudah selesai.
Sayangnya, lanjut dia, pengakuan Fadel ini tidak didukung oleh bukti yakni Surat Keterangan Lunas (SKL) oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Baca juga: Pansus BLBI DPD RI Jadwalkan Kembali Panggil Para Obligor BLBI
“Bapak Fadel mengklaim bahwa kasus Bank Intan terkait dengan utang BLBI sudah selesai dan bahkan sudah ada Peninjauan Kembali dari MA. Akan tetapi, data Kemenkeu bilang sebaliknya. Makanya, kita konfrontir soal data ini,” papar Bustami.
Berdasarkan pengakuan saat dipanggil Pansus DPD RI, Bustami mengatakan bahwa Fadel merasa utangnya sebagai pemegang saham Bank Intan sudah clear karena sudah menang di pengadilan sampai tingkat MA.
Akan tetapi, dia tidak bisa membuktikannya melalui Surat Keterangan Lunas (SKL).
“Padahal kalau dia bisa tunjukkan SKL dan tidak bermasalah secara hukum, baru bisa kita nyatakan clear. Gugatan di pengadilan untuk apa? Karena itulah DPD menonaktifkan Pak Fadel agar masalah hukum beliau ini clear dulu, sama Satgas BLBI dibereskan dulu, utangnya dilunasi dulu. Sebagai pimpinan MPR masak bermasalah hukum? Kan tidak bisa,” papar Bustami.
Sementara itu, anggota DPD lainnya, Darmansyah Husein menjelaskan bahwa sebagai penerima fasilitas BLBI tahun 1997/1998 yang lalu, Fadel sebagai Pemegang saham Bank Intan diduga menerima BLBI senilai Rp1,4 Triliun.
Baca juga: Pemilik Lapangan Golf dan Hotel di Bogor yang Asetnya Disita Satgas BLBI Gugat PUPN Jakarta Ke PTUN
“Tetapi kepada Pansus BLBI DPD, Fadel menyanggah bahwa Bank Intan menerima faslitas BLBI senilai Rp1,4 Triliun namun mengakui menerima Rp 150 Miliar dan sudah lunas. Ini kan artinya belum clear, karena BPK dan Kemenkeu menyatakan sebaliknya,” kata Darmansyah Husein yang juga anggota Pansus BLBI DPD dalam keterangannya.
Selain itu, Anggota Pansus BLBI DPD Sukiryanto juga mempertanyakan sikap Fadel Muhammad saat menjadi Ketua Komisi XI Bidang Keuangan Perbankan DPR dari Fraksi Golkar di era SBY.
Saat itu, Komisi XI memberi persetujuan Kemenkeu RI untuk Alokasi Dana Pemberian Bunga Obligasi Rekapitalisasi Pemerintah (OR ex BLBI).
Data ini dapat dicek dari data valid selama 10 tahun Presiden SBY berkuasa telah dicairkan dana lebih kurang Rp 930an Triliun untuk pembayaran subsidi bunga obligasi rekap.
Baca juga: Dianggap Bebani Keuangan Negara, Pemerintah Diminta Moratorium Pembayaran Bunga Obligasi Rekap BLBI
“Jawaban pak Fadel ambigu. Dia berdalih, hanya anggota Parpol dan kebijakan di DPR didominasi oleh kebijakal Parpol yang sangat tergantung pada pimpinan Parpol sehingga ia tidak bisa berbuat apa-apa. Ini kan tampak kualitas Pak Fadel sebagai wakil rakyat itu bagaimana?” kata Sukiryanto.
Sementara itu, Staf Ahli Pansus DPD, Hardjuno Wiwoho mengatakan apa yang diklaim Fadel Muhammad di hadapan Pansus BLBI DPD bahwa ia memenangkan seluruh putusan dan penetapan pengadilan sampai tingkat MA tidaklah benar.
“Saya sudah teliti semua berkas upaya banding Fadel Muhammad di pengadilan dan pada upaya banding kalah. Tapi inti dari utang BLBI ini kan SKL, dan SKL pun kini juga terbuka diuji apakah melanggar hukum atau tidak. Tapi SKL itu kunci utama semua terkait utang obligor BLBI termasuk Pak Fadel,” pungkas Hardjuno.
Penjelasan Fadel Muhammad
Penggantian Fadel Muhammad diputuskan dalam Sidang Paripurna ke-2 DPD RI Masa Sidang I Tahun Sidang 2022-2023 yang dipimpin Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, di Gedung Nusantara V, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (18/8/2022).
Fadel Muhammad sebelumnya menanggapi soal pergantiannya.
"Saya menganggap langkah itu tidak sesuai tata tertib dan tidak ada dalam aturan di DPD, untuk itu saya akan menuntut somasi sebesar 100 milyar yang ditanggung oleh DPD RI," kata Fadel kepada Tribun Grotontalo, Jumat (19/8/2022).
Fadel mengaku tengah mempersiapkan gugatan hukum, bersama tim hukumnya.
Mantan Gubernur Gorontalo ini digantikan yuniornya di HMI, Tamsil Linrung (61), senator DPD dari Sulawesi Selatan.
Fadel, politisi Golkar kelahiran Ternate, adalah pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dari unsur Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.
Dalam sidang menolak atas mosi tidak percaya tersebut, Fadel merasa dirinya tidak berbuat hal-hal yang melanggar.
Fadel Muhammad menyebut pencopotan dari posisi Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) inkonstitusional atau tidak sesuai konstitusi.
Untuk itu, mantan gubernur Gorontalo ini akan melakukan sejumlah upaya hukum untuk melawan pelanggaran tersebut.
"Mekanisme mosi tidak percaya, tidak ada dalam aturan perundang-undangan, tidak sesuai dengan tata tertib, maupun aturan lain yang ada di DPD dan MPR," kata dia, dalam keterangannya Jumat (19/8/2022).
Menurut dia, kedudukan sebagai Wakil Ketua MPR periode 2019-2024, sah menurut hukum dan aturan perundang-undangan yang berlaku.
Dia mengaku telah bekerja dan menjalankan tugas sesuai amanat peraturan perundang-undangan, termasuk menjalankan Pasal 138 ayat (1) Peraturan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tentang Tata Tertib (Tatib), yang mengamanatkan dirinya untuk menyampaikan laporan kinerja di hadapan sidang paripurna DPD.
"Jadi, segala bentuk usulan atau yang diistilahkan 'pengambilalihan mandat' oleh sejumlah anggota DPD adalah inkonstitusional," tuturnya.
Menurut Fadel, langkan sejumlah anggota DPD yang tidak sesuai dengan kaidah hukum dan aturan perundang-undangan, masuk dalam kategori perbuatan yang tidak melaksanakan sumpah atau janji jabatan yang telah diucapkan.
Serta kewajiban sebagai anggota DPD untuk menaati Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, dan aturan perundang-undangan yang berlaku.
Karenanya, ia akan melaporkan para anggota yang menandatangani pemakzulan dirinya kepada Badan Kehormatan (BK) DPD, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), serta gugatan pengadilan secara perdata dan pidana.
Saat ini, ungkap dia, seluruh laporan hukum tersebut tengah ia siapkan bersama tim kuasa hukumnya.
"Kita tidak boleh membiarkan terjadinya kesewenang-wenangan di negara ini, terlebih di lembaga tinggi negara. Makanya, saya akan menempuh seluruh upaya hukum, untuk melawan ketidakpatuhan terhadap hukum dan seluruh aturan perundang-undangan yang berlaku," jelas dia.
Sumber: Tribunnews.com/Tribun Gorontalo
(Tribunnews.com/Hasanuddin Aco)