Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Wawancara Eksklusif Komjen (Purn) Susno Duadji: Bayangkan, 6 Kali Jokowi Bicara Kasus Ferdy Sambo

Menurut Susno, dorongan dari Presiden Jokowi tak lepas demi menjaga marwah dan kepercayaan masyarakat terhadap Polri.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Wawancara Eksklusif Komjen (Purn) Susno Duadji: Bayangkan, 6 Kali Jokowi Bicara Kasus Ferdy Sambo
TRIBUNNEWS/Bian Harnansa
WAWANCARA EKSKLUSIF - Mantan Kabareskrim Komjen Pol (Purn) Susno Duadji saat Wawancara Eksklusif di Studio Tribun Network, Jakarta, Senin (22/8/2022). Susno Duadji menanggapi kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dengan tersangka Irjen Ferdy Sambo, istrinya, serta sejumlah ajudannya dan sejumlah kejanggalan di balik kasus tersebut. (TRIBUNNEWS/Bian Harnansa) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kabareskrim Komjen (Purn) Susno Duadji mengatakan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo berulang kali meminta kasus kematian Brigadir Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J dibuka transparan ke publik.

Menurutnya, dorongan dari Presiden Jokowi tak lepas demi menjaga marwah dan kepercayaan masyarakat terhadap Polri.

"Bayangkan enam kali Presiden Jokowi bicara, dan dia bukan hanya Presiden Indonesia tapi juga Ketua G20," kata Susno di Kantor Tribun Network, Jakarta, Senin (22/8/2022).

Susno tidak menampik isu penembakan aparat kepolisian ini sangat kuat tarik menariknya.

Pemerintah, lanjutnya, beruntung memiliki Menkopolhukam Mahfud MD yang hebat dengan strategi melempar informasi ke Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lalu ke media sosial.

"Akhirnya ini yang membuat tekanan-tekanan sehingga terbuka dan terbukti Ferdy Sambo akhirnya dinonaktifkan dan ditempatkan di tempat khusus," urainya.

Simak lanjutan wawancara Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dengan Mantan Kabareskrim Susno Duadji:

Berita Rekomendasi

Apakah urutan jalan cerita yang sejauh ini sudah dirilis timsus sudah make sense?

Baca juga: Wawancara Eksklusif dengan Komjen (Purn) Susno Duadji: Kekuasaan Ferdy Sambo Tentukan Karier Polisi

Di awal 8 Juli sampai 12 Juli itu masih belum ada timsus, memang yang disampaikan ke publik skenario rekayasa yang dibuat oleh FS bersama dengan staf ahli Kapolri kemudian diamini oleh Kapolres Jakarta Selatan.

Begitu didorong Menkopolhukam Mahfud MD, di backup lagi oleh Presiden.

Bayangkan Presiden Republik Indonesia sampai enam kali dan itu bukan hanya Presiden Indonesia tapi Ketua G20. Ini berarti demikian kuat tarik menariknya.

Menkopolhukam kemudian hebat dengan strategi melempar informasi ke Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lalu ke media sosial.

Akhirnya ini yang membuat tekanan-tekanan sehingga terbuka dan terbukti Ferdy Sambo akhirnya dinonaktifkan dan ditempatkan di tempat khusus.

Nah ini sudah mendekati on the track sejak ditahannya Bharada E kemudian setelah itu buka mulut, masuk lagi RR, masuk lagi KM kemudian masuk pula FS sebagai dalangnya dan otaknya.

Dan terakhir empat berkas ini dilimpahkan datang pula Ibu PC.

Jadi sudah benar, dan apakah akan ada tersangka lagi, bisa jadi tergantung pengembangan daripada pemeriksaan atau penyidikan.

Persoalannya banyak masyarakat yang belum puas dengan pengungkapan kasus sejauh ini, bagaimana respons Pak Susno?

Memang yang dihebohkan masyarakat adalah apa sih motifnya karena enggak masuk akal seorang jendral kariernya bagus membunuh orang terdekatnya kemudian dengan cara yang keji ditembak.

Ini kan enggak masuk akal kalau tanpa sesuatu hal yang berat sekali, maka timbul berbagai isu motifnya pelecehan seksual ternyata yang ini gugur, bukan tindak pidana, bergeser lagi katanya di Magelang katanya merusak kehormatan keluarga tapi kan tidak jelas kehormatan bagaimana yang dimaksud. Apakah dia ngerasani atau dia pegang-pegang, jadi nggak jelas.

Tetapi karena ini kasus pembunuhan, tidak penting lagi motifnya, bahasa yang gampangnya karena nyawa seseorang sudah dicabut dengan direncanakan atau tidak direncanakan.

Motif ini nantinya akan ditanya oleh hakim di persidangan.

Kalau misalnya tidak ada alasan yang bisa meringankan seseorang melakukan tindak pidana, ini berarti orang ini kejam sekali.

Justru sebaliknya menjadi hal yang memberatkan karena masalah sepele, pembunuhannya juga direncanakan.

Hukumannya bisa hukuman mati.

Sesuai pengalaman Pak Susno, sebetulnya apakah perlu visual TKP dan barang bukti disampaikan ke publik?

Jadi TKP di situ berawal suatu kejadian, dan semua polisi yang profesional harus mendatangi TKP untuk mengungkap kematian terutama jenazahnya.

Dari TKP ini kita bisa menemukan senjata apa yang dipakai.

Nanti senjata juga bisa dicocokan peluru apakah yang masuk ke tubuh korban keluar dari senjata yang ditemukan di TKP.

Baca juga: Kejagung Terima SPDP Putri Candrawathi Terkait Kasus Brigadir J, Berkas Perkara Ferdy Sambo Diteliti

Betul tidak tempat menembak seperti skenario awal, akan kelihatan, yang di bawah tujuh peluru, di atas lima peluru.

Nah yang tujuh gak ada yang kena, ya nggak masuk akal. orang nembak ke atas lebih gampang dari pada nembak ke bawah apalagi dia lebih senior.

Lima peluru kena katanya untuk bela diri di TKP.

Kalau untuk bela diri satu kena kepala harusnya sudah selesai.

Untuk apa ditembak lagi, seharusnya menolong bawa ke rumah sakit atau apa.

Ternyata kan terungkap bahwa memang ditembaknya dari jarak dekat, kemudian tujuh tembak itu Pak Sambo semua yang menembak.

Makanya penting CCTV, jadi saya katakan sangat penting TKP ini, apakah perlu di publikasi, menurut saya tidak wajib jika melihat kasusnya.

Kalau sudah heboh secara nasional, merata sampai ke desa, bahwa orang di Hongkong dan Amerika juga dengar.

Saya yakin polisi sudah datang ke TKP sudah difoto barang bukti sudah dihimpun, kemudian berkas sudah diserahkan ke JPU.

Menurut pengetahuan Pak Susno apakah kasus Sambo ini perlu direkonstruksi?

Kalau pembunuhan itu perlu direkonstruksi, sama seperti kasus kopi sianida Mirna. Jadi memang perlu reka ulang di TKP.

Dan karena TKP-nya sudah rusak, saya yakin polisi merekonstruksi tidak cuma sekali, cocokan saksi-saksi, baru kemudian berkas-berkas itu akan diungkap di pengadilan.

Tetapi dalam sebulan ini mengapa tidak disampaikan ke publik terkati rekonstruksi?

Ya memang sudah tetapi kita tidak tahu dan tidak perlu diumumkan. he-he-he (Tribun Network/Reynas Abdila)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas