Konsorsium Gempa Bumi dan Tsunami Indonesia Jadi Ikhtiar dan Komitmen BMKG Wujudkan Zero Victim
KGTI mendukung pengembangan InaTEWS, memberikan evaluasi, dan rekomendasi terhadap sistem operasional monitoring gempabumi dan peringatan dini tsunami
Penulis: Toni Bramantoro
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) membentuk konsorsium Gempa Bumi dan Tsunami Indonesia (KGTI) guna memperkuat sistem peringatan dini tsunami.
Konsorsium tersebut berisi para pakar dan peneliti gempa bumi dan tsunami dari berbagai Kementerian/Lembaga terkait, Perguruan Tinggi, dan praktisi kebencanaan.
"Konsorsium ini sebagai respon BMKG terhadap kecenderungan aktivitas gempa bumi yang terus meningkat dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir dan juga adanya fakta bahwa mekanisme pembangkit tsunami semakin kompleks," ungkap Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam penandatangan Perjanjian Kerjasama (PKS) Sistem Processing InaTEWS Merah Putih dan Peluncuran KGTI, Kamis (25/8/2022).
Dwikorita mengatakan, kehadiran KGTI ini juga guna semakin meningkatkan kemandirian bangsa untuk penguatan operasional Sistem Peringatan Dini Tsunami. Strategi ini, kata dia, dilakukan sebagai bagian dari ikhtiar dan komitmen BMKG dalam mewujudkan zero victim.
KGTI sendiri dibagi dalam tiga kelompok kerja yaitu, pertama kelompok kerja gempabumi. Kedua, kelompok kerja tsunami. Dan ketiga, kelompok kerja evaluasi dan pengembangan/penguatan sistem monitoring, analisis, dan diseminasi gempabumi dan tsunami.
Baca juga: Bila Lempeng Ini Pecah, Bisa Picu Gempa Bumi Mangitudo 8,9 Disusul Tsunami 15 Meter di Bengkulu
Secara umum, lanjut Dwikorita, tugas utama KGTI adalah mendukung pengembangan InaTEWS, memberikan evaluasi, dan rekomendasi terhadap sistem operasional monitoring gempabumi dan peringatan dini tsunami di BMKG. Dwikorita optimistis, kehadiran KGTI ini mampu memperkuat sistem peringatan dini tsunami yang dibangun oleh BMKG.
"Pelibatan ahli, pakar, dan peneliti dari berbagai institusi dan perguruan tinggi tentunya akan semakin memperkuat BMKG, terutama terkait data dan informasi yang dihasilkan," ujarnya.
Dwikorita menyebutkan sejumlah perguruan tinggi yang terlibat dalam konsorsium ini di antaranya Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), serta beberapa pakar kebumian dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Sejumlah manfaat yang diharapkan dari dibentuknya KGTI bagi BMKG yaitu, pertama, memberikan masukan dalam pengembangan keilmuan dan teknologi untuk operasional Monitoring dan Analisis Gempabumi, yang meliputi strategi monitoring, pengolahan, analisis data, modelling, diseminasi, emerging teknologi, dan pengembangan aplikasi, untuk mendukung terwujudnya Sistem Monitoring, Processing dan Disseminasi yang handal.
Kedua, memberikan masukan dalam pengembangan keilmuan dan teknologi untuk operasional Peringatan Dini Tsunami, terutama dalam strategi dan kebijakan pengamatan tsunami, pengolahan dan analisis data tsunami, modelling, diseminasi dan layanan peringatan dini tsunami. Dan ketiga, memberikan masukan untuk evaluasi kinerja sistem monitoring gempabumi dan peringatan dini tsunami.
Sementara itu, meski baru dibentuk, tambah Dwikorita, KGTI telah melakukan berbagai langkah awal penguatan sistem peringatan dini tsunami. Contohnya, Kelompok Kerja Gempabumi telah melakukan relokasi data gempa BMKG tahun 2009-2021 untuk identifikasi sesar aktif di Indonesia dan Model Bumi Regional dengan progress memodelkan kecepatan gelombang seismik regional untuk meningkatkan akurasi penentuan parameter gempabumi.
Sedangkan Kelompok Kerja Tsunami akan membangun pemodelan tsunami atipikal Gunung Anak Krakatau (GAK), Gunung Ruang, Gunung Rokatenda, dan Gunung Gamkonora.
Baca juga: Pengamat Minta Publik Waspadai Tsunami Informasi Media Sosial di Kasus Brigadir J
Menurut Dwikorita, semakin cepat konsorsium ini bergerak maka akan semakin baik, mengingat hingga saat ini bencana gempabumi dan tsunami tidak dapat diprediksi kapan akan terjadi. Ditambah fakta bahwa masih banyak sumber gempa yang belum terpetakan dengan baik, terutama sumber gempa di bawah laut.
Ditegaskan Dwikorita, identifikasi sumber bahaya gempa merupakan dasar dari mitigasi bencana, termasuk mengurangi risiko bencana tsunami. Harapannya, meskipun saat ini keandalan InaTEWS sudah setara dengan Sistem Peringatan Dini Tsunami yang dioperasikan oleh negara-negara maju seperti Australia, Jepang, dan India, dengan lompatan teknologi yang akan dibangun bersama oleh Konsorsium Gempabumi dan Tsunami Indonesia diharapkan akan diwujudkan informasi peringatan dini yang lebih cepat, lebih tepat, dan lebih akurat.
"Salah satu inovasi yang ditelurkan konsorsium gempabumi dan tsunami ini adalah Sistem Processing Gempabumi dan Tsunami Merah Putih. Sistem ini akan menjadi sistem processing yang handal karya anak bangsa menggantikan sistem processing gempabumi dan tsunami yang dioperasikan saat ini. Pembangunan sistem ini adalah wujud kemandirian bangsa dan kepedulian negara terhadap jaminan keselamatan bangsa dari ancaman bahaya gempa dan tsunami," jelasnya.
Turut hadir dalam acara tersebut mendampingi Kepala BMKG, diantaranya Deputi Bidang Geofisika, Suko Prayitno Adi, Plt. Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami, Daryono, Plt. Kepala Pusat seismologi Teknik Geofisika Potensial dan Tanda Waktu, Muzli, Plt. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan, Supriyanto Rohadi, serta Plh. Kepala Pusat Jaringan Komunikasi, Ikky Asih.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.