Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ormas Kombatan Ajak Rakyat Tolak 2 Pasangan Calon Presiden di Pilpres 2024

skenario itu jelas-jelas mengebiri kedaulatan demokrasi rakyat yang diperjuangan reformasi dalam menegakkan civil society. 

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Ormas Kombatan Ajak Rakyat Tolak 2 Pasangan Calon Presiden di Pilpres 2024
Istimewa
Ormas Nasionalis Komunitas Banteng Asli Nusantara (Kombatan) mengeluarkan pernyataan sikap mendorong rakyat Indonesia untuk menolak apabila ada skenario-skenario politik membatasi hanya dua Paslon presiden dalam Pilpres 2024, mendatang. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ormas Nasionalis Kombatan (Komunitas Banteng Asli Nusantara) mengeluarkan pernyataan sikap mendorong rakyat Indonesia untuk menolak apabila ada skenario-skenario politik membatasi hanya dua Paslon (pasangan calon) presiden dalam Pilpres 2024, mendatang. 

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Kombatan Budi Mulyawan mengatakan, pertimbangannya, karena skenario itu jelas-jelas mengebiri kedaulatan demokrasi rakyat yang diperjuangan reformasi dalam menegakkan civil society. 

Dan, tentunya membuka peluang dijadikan order pemodal oligarki.

"Kombatan mengajak masyarakat agar menolak dijadikan obyek polarisasi atau digiring agar tidak berdaya menghadapi praktik-praktik oligarki yang menciderai kedaulatan rakyat. Jelas, ini dapat mengkhianati tujuan reformasi mengembalikan hak-hak rakyat berdaulat dalam berdemokrasi," kata Budi Mulyawan di Jakarta, Minggu (28/8/2002). 

Pria yang akran disapa Cepi ini, mengingatkan Pilpres 2024 jangan sampai mempertajam pengalaman pahit Pilpres lalu, akibat sistem pemilu mengerucut dua Paslon. 

Sehingga, masyarakat terbelah dan saling curiga berlarut-larut. 

"Jika situasi ini terus dilanjutkan, dikhawatirkan akan jadi gunung es yang kelak bisa hancur seketika. Resiko termahal, kekecewaan rakyat yang akumulatif dapat meledak lebih parah dari peristiwa reformasi 1998," tegas Cepi.

BERITA TERKAIT

Dalam pernyataan sikap Kombatan, lanjut Cepi, pihaknya mendorong agar para pemangku amanah rakyat dalam pemilu 2024 tidak mengeksploitasi aspirasi rakyat untuk kepentingan politik pragmatis semata. 

Sehingga,  kemaslahatan berbangsa dan bernegara diabaikan dengan memaksakan dua Paslon. 

Apalagi, ada benih politik dendam bagi parpol yang tidak ikut, borok2nya beresiko  penjara jika kalah.

Baca juga: Wacana PDIP Dua Paslon Presiden di Pemilu 2024, Pengamat: Rentan Polarisasi dan Politik Identitas

"Kita harus menghormati sistem Presidential Threesholt membatasi 20 persen hak suara sebagai produk politik. Tapi, jangan sampai aspirasi rakyat untuk memilih putera-putera terbaik bangsa ini masih dibatasi lagi dengan skenario hanya dua Paslon Pilpres. Jelas, ini beresiko besar," kata Cepi.

Kombatan, kata Cepi, kurang sependapat alasan membatasi dua Paslon dikaitkan dengan efesiensi anggaran, karena tidak akan terjadi Pilpres lebih dari satu putaran. 

Begitu pula adanya anggapan Pilpres 2 paslon akan ideal karena menghadapi ekonomi maupun politik global yang semakin sulit.  

"Alasan-alasan seperti itu tidak fair jika dipaksakan. Kenapa tidak mempertimbangkan kemungkinan resiko multi ke depan akan jauh lebih besar menimpa rakyat, apabila memaksakan dua Paslon," jelas Cepi.

Kombatan dalam pernyataan sikap itu juga menyampaikan akan terus mendukung total Ganjar Pranowo untuk maju Capres 2024. 

"Walaupun muncul wacana skenario dua Paslon, Kombatan yang sejak awal mendukung Ganjar Pranowo maju Capres tidak kendor. Kami akan semakin total dengan jaringan Jarwo Center yang sudah tersebar di Indonesia," kata Cepi.

Cepi blak-blakan mengatakan, munculnya skenario dua Paslon itu sengaja untuk menyingkirkan Ganjar Pranowo yang dalam perkembangannya semakin didukung rakyat Indonesia. 

Termasuk, menjegal tokoh-tokoh nasional terbaik lain yang juga menjadi pilihan aspirasi masyarakat.

Baca juga: Muhammadiyah: Kami Harap Pilpres 2024 Minimal 3 Paslon

"Jangan main-main dengan aspirasi rakyat di era teknologi informasi yang super demokrasi ini. Bentuk rekayasa politik apa pun dapat dengan mudah dibongkar masyarakat. Fakta fakta yang sudah terjadi bisa jadi bukti," pungkasnya. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas