Harga BBM Naik, Pemerintah Dinilai Hanya Peduli dengan Proyek Kereta Cepat dan IKN
Proyek-proyek infrastruktur yang lemah proyeksi benefitnya seperti IKN dan kereta cepat terhadap APBN harus dialihkan dulu untuk menangani subsidi BBM
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah telah menaikkan harga BBM bersubsidi diantaranya BBM jenis Pertalite dari Rp7600 menjadi Rp10.000 rupiah per liter dan Solar dari Rp5.150 per liter menjadi Rp6.800 per liter.
Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat menilai kenaikan tersebut akan semakin membebani kehidupan masyarakat.
Pasalnya kenaikan harga BBM ini pasti akan langsung disusul kenaikan berbagai harga komoditas lainnya.
Baca juga: Soal Naiknya Harga BBM Bersubsidi, Grab Indonesia Ikuti Keputusan Pemerintah
“Langkah pemerintah ini sungguh amat kejam di tengah kondisi masyarakat yang berada di bawah himpitan ekonomi yang sulit dan daya beli yang masih sangat rendah pemerintah dengan teganya justru menaikkan harga BBM,” kata dia Minggu, (4/92022).
Padahal kata dia kondisi saat ini harga minyak dunia sedang turun, sehingga mestinya pemerintah masih dapat menunda kenaikan harga BBM ini.
Apalagi pemerintah sudah paham bahwa dengan naiknya harga BBM maka harga pangan juga akan ikut naik.
“Masyarakat Indonesia bak sudah jatuh lalu tertimpa tangga akibat kenaikan harga BBM ini. Akibat dari Pandemi yang menghantam ekonomi masyarakat belum usai kini masyarakat harus di hadapkan pada berbagai kenaikan harga. Pemerintah telah benar benar menciptakan penderitaan bagi masyarakat,” katanya.
Baca juga: Membandingkan Harga Jual BBM Indonesia dan Beberapa Negara, Hong Kong Termahal
Ia mengatakan dampak kenaikan BBM ini Indonesia terancam stagflasi.
Kenaikan berbagai harga harga tidak diikuti oleh kesempatan kerja bahkan terdapat potensi PHK besar besaran karena pabrik pabrik juga akan keberatan menghadapi dampak dari kenaikan harga BBM ini.
Ia menambahkan bantalan Sosial yang digelontorkan sebesar Rp. 24,17 triliun tidak sebanding dengan tingkat resiko yang akan ditanggung atas kebijakan kenaikan BBM.
Seharusnya menurut dia, pemerintah bisa menggunakan defisit anggaran yang masih ada ruang di atas 3 persen sebagaimana UU membolehkan untuk mempertahankan subsidi BBM, dan juga proyek-proyek infrastruktur yang lemah proyeksi benefitnya terhadap APBN harus dialihkan dulu untuk menangani subsidi BBM.
“Contohnya tunda pembangunan IKN (Ibu Kota Nusantara) dan PMN Kereta Api Cepat,” katanya.
Ia mengatakan pemerintah terkesan hanya peduli dengan proyek-proyek mercusuar nya antara lain Ibukota Baru dan Kereta Api Cepat.
Namun dengan mengorbankan masyarakat dengan menaikan harga BBM.
“Seharusnya pemerintah mau cari cara lain seperti memperbesar defisit APBN sehingga rakyat tidak perlu menanggung resiko ekonomi berat akibat kenaikan BBM ini,” pungkasnya.