Kasus Minyak Goreng: Kebijakan CPO Bikin Wilmar Nabati Indonesia Rugi Rp1,5 Triliun
PT Wilmar Nabati Indonesia menjadi korban dari kebijakan carut-marut tata kelola kelapa sawit.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, Juniver Girsang, mengatakan PT Wilmar Nabati Indonesia menjadi korban dari kebijakan carut-marut tata kelola kelapa sawit.
Akibat kebijakan pemerintah yang salah, Wilmar Nabati Indonesia mengalami kerugian lebih dari Rp1,5 triliun.
Hal ini dikatakan Juniver usai menjalani sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya, termasuk minyak goreng, periode Januari 2021-Maret 2022 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat dengan agenda eksepsi (nota pembelaan).
“Dengan diteribitkannya kebijakan DMO (Domestic Market Obligation) ini, kami mengalami kerugian kurang lebih dari Rp1,5 triliun,” kata Juniver, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (6/9/2022).
Padahal, Juniver mengatakan, PT Wilmar Nabati Indonesia memiliki waktu enam bulan untuk memenuhi kewajiban DMO 20 persen.
Dari total DMO yang diwajibkan ke Wilmar Nabati Indonesia sebanyak 234.722.699 kilogram.
“Kekurangan itu dipenuhi lah secara bertahap dalam rentang waktu enam bulan masa berlaku persetujuan ekspor,” tambah Juniver.
Karena itu, dia menegaskan, Wilmar Nabati Indonesia merupakan korban inkonsekuensi kebijakan dan program penyediaan minyak goreng kemasan sederhana untuk masyarakat dalam rangka pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Wilmar Nabati Indonesia pun mengalami kerugian karena mengikuti harga jual sesuai DMO yang telah ditetapkan sebagai syarat memperoleh persetujuan ekspor CPO dari Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Baca juga: Eks Dirjen Kemendag Suruh Bawahan Terima Amplop dari Komisaris Wilmar Nabati Indonesia, SGD10 Ribu
“Jadi malahan terbalik dalam hitungan kami sudah sampaikan dalam eksepsi, hitungannya detail secara ekonomi dan kemudian akutal. Bukan direka-reka,” kata Juniver.
Juniver menegaksan, Wilmar Nabati Indonesia telah mematuhi seluruh aturan yang dibuat pemerintah guna mendapatkan persetujuan ekspor.
Namun, setelah seluruh syarat dipenuhi, pemerintah menangguhkan izin ekspor milik Wilmar Nabati Indonesia.
“Karena DMO yang sudah kami lakukan itu sudah sesuai, kemudian mau ditindaklanjuti timbul peraturan baru yang merubah peraturan yang belum dilaksanakan,” tandas Juniver.
Untuk diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) mendakwa lima terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) merugikan negara sejumlah Rp18.359.698.998.925 (Rp18,3 triliun).
Kelima terdakwa adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI Indra Sari Wisnu Wardhana dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor.
Kemudian, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, Penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.