Pengamat Sebut Kondisi Perekonomian akan Makin Terpuruk Jika Aksi Mogok Kerja Tetap Dilakukan
Faisal merasa khawatir kondisi ekonomi terganggu jika memang buruh menegaskan akan mogok kerja, termasuk juga jika menggelar aksi yang anarkis
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat dari Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal ikut menyoroti terkait dengan berbagai seruan aksi mogok kerja yang akan dilakukan sebagai bentuk penolakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Seruan tersebut salah satunya digaungkan oleh Presiden Partai Buruh Said Iqbal saat melakukan orasi bersama serikat buruh di depan gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (6/9/2022) kemarin.
Faisal merasa khawatir kondisi ekonomi terganggu jika memang buruh menegaskan akan mogok kerja, termasuk juga jika menggelar aksi yang anarkis.
Terlebih, dalam beberapa tahun ini kondisi perekonomian di Indonesia tumbuh lambat akibat diterjang pandemi Covid-19.
"Saya tidak sepakat kalau demo ini sampai anarkis, sampai kemudian menghambat perekonomian semakin memperkeruh keadaannya," ujar Faisal dalam keterangan tertulisnya kepada awak media, Kamis (7/9/2022).
Baca juga: Rencana Demo Besar-besaran Protes Kenaikan Harga BBM, BIN: Demo Silakan Tapi Jangan Anarkis
Faisal berpandangan, seruan aksi dari buruh sebagai bentuk protes terhadap kebijakan kenaikan harga BBM memang sangat wajar dilakukan.
Namun dia, mengingatkan akan adanya dampak yang harus dipertimbangkan.
Sebab kata dia, dampak pandemi terhadap ekonomi Pandemi covid-19 sebelumnya juga telah berpengaruh pada tatanan ekonomi semua negara.
Oleh karenanya, dirinya berharap agar seruan aksi yang digaungkan oleh Partai Buruh dan serikat buruh dalam aksi di depan Gedung DPR RI, tidak dilakukan.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan memberikan saran dalam masa penyesuaian ini kalau subsidi terhadap BBM dialihkan ke berbagai sektor yang lebih produktif.
"Dengan adanya penyesuaian, saya lebih sepakat subsidi BBM dialihkan ke sektor yang lebih produktif daripada dibakar di jalan raya," timpal Mamit.
Kendati demikian, dirinya tidak membeberkan secara detail sektor produktif yang dimaksud.
Terpenting kata dia, penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) oleh pemerintah bisa tepat sasaran.
"Dana APBN kita begitu besar untuk hal seperti ini (subsidi BBM). Subsidi kita jadi kontraproduktif, jadinya memperelebar kesenjangan sosial. Yang menikmati (subsidi) ya orang-orang yang kaya, yang mampu," tukas dia.
Sebelumnya, Serikat buruh menyatakan bakal melakukan aksi mogok kerja nasional jika pemerintah tidak mendengar permintaan atau tuntutannya untuk menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM).
Hal itu ditegaskan oleh serikat buruh kala menjawab pertanyaan Presiden Partai Buruh Said Iqbal saat menggelar aksi di depan gedung DPR RI.
Baca juga: Adian Napitupulu: Sebelum Demokrat Demo Kenaikan BBM, Baiknya Belajar Matematika dan Sejarah Dulu
"Siap mogok nasional? Siap! November akhir atau Desember awal, bila BBM tidak diturunkan," kata Iqbal yang seraya dijawab langsung oleh massa aksi buruh, Selasa (6/9/2022).
Tak hanya soal tuntutannya terhadap harga BBM, buruh juga mendesak pemerintah untuk membatalkan disahkannya UU Omnibus-Law Cipta Kerja.
Buruh juga menuntut agar upah minimun dinaikkan sebesar 10-13 persen pada 2023 mendatang, jika tidak maka ancaman mogok nasional akan dilakukan
"Omnibus Law tetap dipaksa disahkan, upah tidak dinaikkan, wahai kaum buruh, petani, nelayan, kelas pekerja, persiapkan dirimu, mogok nasional," tutur dia.
Dalam kesempatan ini, Iqbal meminta kepada para kaum buruh untuk tidak perlu khawatir melakukan aksi mogok nasional ini
Sebab dirinya menyatakan akan bertanggung jawab jika memang ada hal yang tak diinginkan
"Nggak usah takut, saya yang pimpin langsung. Kalau ada apa-apa, saya yang tanggung jawab. Saya akan serukan secara terbuka, mogok nasional. Tapi konstitusional mengikuti aturan UU, menjaga ketertiban," ucap dia.