Ekonom: Kenaikan Harga BBM Merupakan Bentuk Pemerintah Tak Perhatikan Kondisi Sosial Masyarakat
Menurut Anthony, APBN Indonesia sejauh ini surplus hingga Rp106 Triliun bahkan pendapatan negara itu naik pada 7 bulan ini
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom sekaligus Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan menyatakan, langkah pemerintah menaikan harga BBM karena subsidi yang diberikan berpotensi membuat APBN jebol adalah sebuah alasan.
Sebab kata Anthony, keputusan pemerintah yang menaikkan harga BBM tidak sepenuhnya memperhatikan kondisi di masyarakat.
"Saya lihat bahwa alasan-alasan yang dikatakan pemerintah adalah hanya sebagai APBN jebol ini adalah suatu kesalahan mutlak. Tak memperhatikan kondisi sosial masyarakat," kata Anthony saat diskusi bersama Poligov di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (11/9/2022).
Jika memang, keputusan pemerintah menaikkan harga BBM untuk keperluan menjaga APBN, maka kata dia, itu tidak berpihak pada kondisi masyarakat.
Padahal menurut Anthony, APBN Indonesia sejauh ini surplus hingga Rp106 Triliun bahkan pendapatan negara itu naik pada 7 bulan ini.
Baca juga: Prediksi Harga Minyak Turun, Said Iqbal Nilai Kenaikan Harga BBM Dipaksakan
"Padahal APBN sampai juni 2022 surplus Rp106 T. Pendapatan negara dengan adanya kenaikan angka komoditas selama 7 bulan itu naik Rp519 T dibandingkan 7 bulan 2021," kata dia.
"Uang ini yang harus dibantu kepda mereka yg terdampak kenaikan harga komoditas ini," sambung Anthony.
Dirinya lantas mengajak pemerintah untuk membahas soal adanya potensi APBN jebol itu kepada masyarakat dan para ahli serta pengamat.
Sebab kata Anthony, terkait dengan pengelolaan APBN, pemerintah harus menyampaikannya secara transparan.
"Lalu dikatakan APBN akan jebol. Saya tanyakan Apa itu APBN akan jebol? Apa artinya? Sini bicarakan. Ini yang harus kita tuntut transparansi pengelolaan APBN," tukas dia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, anggaran subsidi dan kompensasi energi akan kembali membengkak sebesar Rp. 198 Triliun, jika tidak ada kenaikan harga BBM Pertalite dan Solar.
Saat ini anggaran subsidi dan kompensasi energi untuk 2022 dipatok sebesar Rp 502 triliun.
Angka itu sudah membengkak Rp. 349,9 triliun dari anggaran semula sebesar Rp 152,1 triliun guna menahan kenaikan harga energi di masyarakat.