Usman Hamid Beberkan Alasannya Menolak Gabung Tim Ad Hoc Munir Bentukan Komnas HAM
Usman menolak penunjukkannya sebagai anggota tim ad hoc penyelidikan kasus dugaan pelanggaran HAM berat kasus Munir oleh Komnas HAM RI.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aktivis Usman Hamid mengungkapkan sejumlah pertimbangan terkait penolakannya untuk masuk ke dalam tim ad hoc penyelidikan dugaan pelanggaran HAM berat kasus Munir yang dibentuk Komnas HAM.
Usman Hamid yang juga Mantan Sekretaris Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib ini mengatakan salah satu pertimbangan yang bersifat pribadi adalah terkait kebijakan organisasi Amnesty International.
Usman yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia mengatakan kebijakan organisasinya membuatnya tidak dapat menjadi bagian dari misi resmi pemerintah atau lembaga negara termasuk Komnas HAM.
Baca juga: KASUM: Pemerintah Harusnya Bentuk Tim Cari Dokumen Tim Pencari Fakta Munir, Bukan Kejar Bjorka
Selain itu, kata Usman yang juga Ketua KASUM, terdapat semacam catatan dari rapat Amnesty yang melihat mandat waktu yang sangat terbatas dan belum tentu memungkinkan hasil yang optimal.
Sehingga, kata dia, juga harus dipertimbangkan apakah tim tersebut nantinya akan bisa bekerja maksimal, mengecewakan korban, atau mengecewakan masyarakat.
"Ketiga saya kira, sebenarnya penolakan saya tidak berarti KASUM menolak tim ad hoc itu. Karena saya hanyalah satu di antara diusulkan oleh KASUM," kata Usman saat konferensi pers KASUM di kantor KontraS Jakarta Pusat pada Selasa (13/9/2022).
Namun demikian, ia mengatakan dua nama lain yang juga diminta Komnas HAM untuk masuk menjadi anggota Tim Ad Hoc mengharapkan ada sikap kolektif bersamanya sambil mempertimbangkan kembali undangan Komnas HAM tersebut.
Untuk itu, kata dia, ada rasa tanggung jawab bahwa dia serta dua nama lainnya adalah orang-orang yang juga menuntut Komnas HAM membentuk Tim Ad Hoc atau melakukan penyelidkkan pro justitia atas kasus Munir.
"Jadi mudah-mudahan paling lambat hari Rabu ini akan kami putuskan bersama dengan terlebih dahulu juga berbicara dengan Komnas HAM," kata Usman.
Hal yang dibicarakan, kata Usman, di antaranya adalah apa yang paling mungkin bisa dilakukan dalam dua bulan mengingat masa jabatan Komisioner Komnas HAM yang saat ini akan habis.
Selain itu, kata dia, perlu dibicarakan juga apa yang bisa dicapai seandainya ia dan dua nama lainnya masuk di dalam Tim Ad Hoc.
"Atau seandainya kami memutuskan masuk di dalam tim tersebut," sambung Usman.
Sebelumnya, Usman menolak penunjukkannya sebagai anggota tim ad hoc penyelidikan kasus dugaan pelanggaran HAM berat kasus Munir oleh Komnas HAM RI.
Pada 7 September 2020, kata dia, Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) menyampaikan opini hukum atas kasus meninggalnya Munir kepada Komnas HAM, sebagai bagian dari pengaduan resmi.
Tujuannya, kata dia, agar Komnas HAM menetapkan kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat, sehingga proses penyelidikan berdasarkan UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM bisa segera dilakukan.
"Dua tahun berlalu sejak pendapat hukum dari masyarakat sipil diserahkan, hari ini Komnas HAM mengumumkan pembentukan tim ad hoc setelah sebelumnya membuat tim kajian," kata Usman dalam keterangan resmi Amnesty International Indonesia pada Rabu (7/9/2022).
"Saya mengapresiasi kepercayaan yang diberikan untuk menjadi anggota tim ad hoc tetapi menolak penunjukan ini. Komnas HAM seharusnya segera menetapkan Munir sebagai pelanggaran HAM berat. Bagi kami, tak ada keraguan lagi bahwa kejahatan ini adalah kejahatan kemanusiaan,” sambung Usman.
Apalagi, lanjut Usman, masa bakti komisioner yang hanya kurang dari dua bulan lagi.
Menurutnya, hal tersebut jelas akan menyulitkan tim ad hoc untuk bekerja secara efektif dan menyeluruh.
"Termasuk bagi para komisioner itu sendiri untuk menindaklanjuti temuannya," kata Usman.