Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kuasa Hukum Eks KSAU Minta KPK Patuhi Prosedur Hukum TNI Soal Panggilan Pemeriksaan Kasus AW-101

- Mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI (Purn) Agus Supriatna menyampaikan protesnya atas pemanggilan dirinya oleh KPK.

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Kuasa Hukum Eks KSAU Minta KPK Patuhi Prosedur Hukum TNI Soal Panggilan Pemeriksaan Kasus AW-101
Dispenau
Mantan KSAU Marsekal Purnawirawan TNI Agus Supriyatna 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI (Purn) Agus Supriatna menyampaikan protesnya atas pemanggilan dirinya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Protes itu disampaikan Agus melalui kuasa hukumnya. Agus menilai pemanggilan yang dilakukan KPK tak sesuai ketentuan atau prosedur hukum.

Pemanggilan ini diketahui berkaitan dengan kasus dugaan korupsi pengadaan Helikopter AW 101.

"Ini surat pemanggilannya tidak sesuai dengan prosedur, tidak sesuai dengan instruksi Panglima dan maupun undang-undang yang berlaku untuk militer, supaya dibetulkan kira-kira seperti itu," kata kuasa hukum Agus Supriatna, Teguh Samudera saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (15/9/2022).

Pernyataan ini sekaligus mempertegas ketidakhadiran Agus dalam panggilan kedua oleh KPK yang dijadwalkan pada, Kamis (15/9/2022) hari ini.

Kliennya kata Teguh, akhirnya mengirimkan surat kembali kepada KPK untuk menyampaikan kalau Agus Supriatna tidak bisa hadir karena pemanggilannya tidak sesuai ketentuan.

Berita Rekomendasi

Kata Teguh, pemanggilan pemeriksaan terhadap Agus semestinya ditempuh melalui atasannya sebagai prajurit TNI.

"Lewat atasannya karena kan untuk prajurit, untuk TNI ada aturannya sendiri secara khusus, jadi harusnya KPK juga menghargai sesama lembaga," beber dia.

Mengenai status atau kedudukan Agus yang kini menjadi pensiunan TNI, Teguh menyatakan mekanisme tersebut harus tetap dilakukan.

Mengingat, kasus yang tengah diangkat oleh KPK saat ini, terjadi saat Agus Supriatna masih aktif sebagai anggota TNI.

Baca juga: KPK Imbau Eks KSAU Agus Supriatna Kooperatif di Kasus Korupsi Helikopter AW-101

"Lho waktu kejadian kan masih aktif (menjabat di TNI, red) kenapa kok itu ga diikutin? gitu aja kok gak diikutin kenapa sih? mbok ya saling santun lah sesama lembaga gitu, TNI ini lho punya harga diri harga martabatnya," tukas Teguh.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna dan Marsda (Purn) Supriyanto Basuki kooperatif dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW) 101 di TNI Angkatan Udara tahun 2016-2017.

Pasalnya, Agus dan Basuki mangkir dari panggilan tim penyidik KPK sebagai saksi dalam perkara tersebut pada Kamis (8/9/2022).

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya akan menjadwalkan kembali pemanggilan Agus dan Basuki.

"Kami akan jadwal ulang dan mengimbau agar para saksi kooperatif hadir sesuai jadwal panggilan yang suratnya segera kami kirimkan," kata Ali, Sabtu (10/9/2022).

Ali mengatakan, keterangan Agus dan Basuki sangat dibutuhkan, yakni agar perbuatan rasuah Irfan Kurnia Saleh (IKS) alias Jhon Irfan Kenway (JIK) selaku tersangka menjadi terang-benderang.

"Keterangan kedua saksi ini dibutuhkan dalam proses penyidikan, sehingga menjadi lebih jelasnya perbuatan para tersangka," katanya.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan tersangka Irfan Kurnia Saleh alias Jhon Irfan Kenway.

KPK resmi menahan Irfan Kurnia Saleh alias Jhon Irfan Kenway pada 24 Mei 2022. 

Sebelumnya, ia sempat mengajukan praperadilan, namun ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Irfan adalah Direktur PT Diratama Jaya Mandiri sekaligus pengendali PT Karsa Cipta Gemilang.

Kasus ini bermula pada Mei 2015 ketika Irfan dan pegawai perusahaan AgustaWestland Lorenzo Pariani bertemu Mohammad Syafei yang saat itu menjabat Asisten Perencanaan dan Anggaran TNI AU di wilayah Cilangkap, Jakarta Timur.

Pertemuan itu membahas akan dilaksanakannya pengadaan helikopter AW-101 VIP atau VVIP TNI AU. 

Irfan selaku agen AW diduga memberikan proposal harga pada Syafei dengan mematok harga satu unit heli 56,4 juta dolar AS. 

Sementara antara Irfan dengan pihak AW, harga yang disepakati adalah 39,3 juta dolar AS atau Rp514 miliar.

Pada November 2015, panitia pengadaan helikopter AW 101 VIP mengundang Irfan dalam tahap prakualifikasi dengan menunjuk langsung PT Diratama Jaya Mandiri sebagai pemenang proyek. 

Namun, hal ini tertunda karena adanya arahan pemerintah menunda pengadaan helikopter.

Ketua KPK Firli Bahuri saat konferensi pers penahanan mengatakan rencana pengadaan ini berlanjut pada 2016 dengan nilai kontrak Rp738,9 miliar dan metode lelang yang hanya diikuti dua perusahaan. 

“Dalam tahapan lelang ini, panitia lelang diduga tetap melibatkan dan mempercayakan IKS dalam menghitung nilai Harga Perkiraan Sendiri kontrak pekerjaan,” kata Firli.

Harga penawaran yang diajukan Irfan masih sama dengan harga penawaran di tahun 2015 senilai 56,4 juta dolar AS dan disetujui oleh PPK. 

KPK menduga Irfan aktif melakukan komunikasi dan pembahasan khusus dengan PPK Fachri Adamy. 

Proses lelang ini diduga diakali sehingga hanya perusahaan Irfan yang akan menang.

KPK menduga Irfan sudah mendapatkan bayaran 100 persen. 

Ada beberapa item pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi, seperti tidak terpasangnya pintu kargo dan jumlah kursi yang berbeda.

Baca juga: KPK Bongkar Modus Korupsi Pengadaan Helikopter AW-101 di TNI AU

Akibat perbuatannya, KPK menengarai Irfan merugikan negara sejumlah Rp224 miliar. 

Saat digelandang ke mobil tahanan, Irfan irit bicara. 

“Saya masih lama di sini, nanti saja bertanyanya,” kata dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas