Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mengenang Peristiwa Perobekan Bendera di Hotel Yamato pada 19 September 1945

Simak sejarah peristiwa perobekan bendera di Hotel Yamato, Surabaya, 19 September 1945, 77 tahun yang lalu, yang memicu kemarahan rakyat Surabaya.

Penulis: Muhammad Alvian Fakka
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in Mengenang Peristiwa Perobekan Bendera di Hotel Yamato pada 19 September 1945
Nurypantura
Hotel Yamato - Simak sejarah hari ini peristiwa perobekan bendera di Hotel Yamato, Surabaya, 19 September 1945. 

TRIBUNNEWS.COM - Mengenang sejarah peristiwa perobekan bendera di Hotel Yamato, Surabaya 77 tahun yang lalu.

Peristiwa perobekan bendera di hotel Yamato terjadi pada tanggal 19 September 1945.

Pada tanggal tersebut, sekelompok orang Belanda mengibarkan bendera Belanda di atas Hotel Yamato dan memicu amarah rakyat Surabaya.

Dikutip dari laman surabaya.go.id, peristiwa itu bermula ketika ada desas-desus tawanan asing Jepang akan diangkut oleh badan Pasukan Sekutu pemenang perang yaitu RAPWI, pada 15 September 1945.

Mereka bermarkas di hotel Yamato, Jalan Tunjungan Surabaya.

Sejak saat itu hotel Yamato ramai dengan orang-orang bule dari tawanan perang.

Baca juga: Sejarah Hari Palang Merah Indonesia, Sudah Ada saat Perang Dunia Kedua

Di sana orang-orang bule itu terlihat sombong dan hilir mudik di depan gedung, dan mengusir orang-orang Indonesia yang lewat depan hotel.

BERITA TERKAIT

Saat itu rakyat Surabaya memang miskin habis diperas oleh penjajah Jepang 3,5 tahun hingga kurus dan lemah.

Kedatangan sekutu pertama dari Mastiff Carbolic dibawah pimpinan Letnan Antonissen dengan parasut i Gunungsari Surabaya.

Mastiff Carbolic Party merupakan salah satu dari sejumlah kelompok yang diorganisir oleh anglo Dutch Country Section (ADCS) angkatan 136.

Semula selama Perang Dunia Ii, ‘ADCS adalah organisasi spionase yang dikirim ke Sumatera, Malaya (Malaysia) dan Jawa secara rahasia.

Setelah Jepang menyerah mereka diterjunkan antara lain di Jakarta dan Surabaya untuk menghimpun informasi tentang keadaan kamp-kamp tawanan dengan kedok RAPWI.

Aksi teatrikal perobekan bendera Belanda yang berkibar di Hotel Majapahit dulu bernama Hotel Yamato di Jl Tunjungan, Surabaya.
Aksi teatrikal perobekan bendera Belanda yang berkibar di Hotel Majapahit dulu bernama Hotel Yamato di Jl Tunjungan, Surabaya. (SURYA/SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ)

Fihak tentara Jepang setelah mendengar tentang pendaratan itu kemudian menjemput dan mengawalnya ke Yamato Hoteru.

Sebelumnya di Hotel itu telah berkumpul pula sebagian besar orang Indo dan orang Indonesia.

Sejak kedatangan orang-orang Belanda yang menyusup ke Surabaya.

Hal itu menyebabkan Surabaya menjadi panas dan terjadi saling kecurigaan di antara pemuda Surabaya.

Pada waktu yang hampir bersamaan pemuda Surabaya sedang memperingati sebulan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Mereka mengadakan rapat umum di lapangan Pasarturi pada 17 September 1945.

Sementara hari Rabu tanggal 19 September 1945, pemimpin Mastiff Carbolic mengunjungi Markas Besar Tentara Jepang.

Beberapa orang anggotanya bersama orang Belanda yang bergabung
dalam Komite Kontak Sosial, mengibarkan bendera Belanda Merah-Putih Biru di atas Hotel Yamato.

Tentu, pengibaran ini memicu amarah para pejuang yang berujung pada aksi heroik berupa perobekan bendera Merah Putih Biru menjadi Merah Putih.

Sebagai sebuah bangsa yang baru, tentu tahu betul rasa pengorbanan dalam memperjuangkan kemerdekaan.

Sebagai balasan, ledakan semangat nasionalisme arek Surabaya lantas merobek bagian birunya, kemudian mengibarkannya kembali sebagai bendera Dwi Warna.

Rakyat Surabaya yang kala itu miskin, kurang makan, habis dijajah orang Jepang, tidak punya senjata.

Namun berani melawan orang-orang Belanda yang dengan sombong berada di hotel mewah dan mengibarkan simbol yang membuat kehormatan orang Surabaya terinjak-injak.

Hal itu menumbuhkan rasa patriotismenya tidak bisa di bendung.

Peristiwa perobekan bendera di Hotel Yamato, Surabaya.
 Foto peristiwa sekitar di Hotel Yamato, Surabaya. (laman website surabaya.go.id)

Baca juga: Sejarah Hari Ini: Bom di Bursa Efek Jakarta Tahun 2000

Penyobekan bendera warna biru bisa terlaksana, sedangkan untuk pertama kalinya pertikaian di hotel itu terjadi dan menimbulkan korban.

Dari pemuda Indonesia yang menjadi korban di antaranya Sidik, Mulyadi, Hariono dan Mulyono.

Dari pihak Belanda Mr. Ploegman, tewas ditusuk dengan benda tajam.

Peristiwa itu, lantas dikenang sebagai Insiden Hotel Yamato.

Sebuah peristiwa yang menggambarkan kegigihan perjuangan yang tercermin sebagai bukti kecintaan rakyat kepada bangsanya.

Baca juga: 5 Lontong Balap Enak di Surabaya, Wajib Dijajal Saat Liburan ke Kota Pahlawan

Sejarah Hotel Yamato

Dikutip dari laman apps.cagarbudayajatim.com, tahun 1900 keluarga Sarkies membeli rumah dengan lahan seluas 1000 m2 di Surabaya.

Pada tahun 1910 dimulailah peletakan batu pertama pendirian hotel oleh keluarga Sarkies yang dirancang oleh Regent Alfred John Bidwell dengan gaya Art.

Hotel ini kemudian diresmikan pada tanggal 1 Juli 1911 dengan nama Hotel Oranje.

Pada tahun 1923 dan 1926 dilakukan perluasan bangunan sayap kanan dan kiri.

Kemudian di tahun 1936 didirikan bangunan lobi hotel bergaya Art Deco, untuk kepentingan toko, kantor dan rumah makan.

Lalu pada tahun 1942 saat Surabaya diduduki Oleh Jepang, hotel ini diganti namanya menjadi Yamato Hoteru atau Hotel Yamato.

Namun, mulai tahun 1945, hotel ini digunakan sebagai kamp tahanan sementara untuk wanita dan anak-anak Belanda.

Bangunan ini memiliki dua gaya, Art Nouveau dan Art Deco.

Seluruh bangunannya bertingkat dua, dengan koridor berbentuk lengkung.

Fungsinya sebagai akses sirkulasi dan penepis air hujan dan sinar matahari langsung.

Pada langit-langit dan samping atas bangunan induk terdapat komponen kaca berwarna sebagai jalan masuk sinar matahari.

Saat ini hotel Yamato masih beroperasi dengan berganti nama menjadi Hotel Majapahit.

Hotel Majapahit Terletak di Jl. Tunjungan No.65, Genteng, Kec. Genteng, Kota Surabaya, Jawa Timur.

Hotel ini merupakan salah satu hotel tertua di Indonesia yang masih beroperasi.

(Tribunnews.com/Muhammad Alvian Fakka)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas