Masyarakat Papua Anti Korupsi hingga Pemuda Adat Desak Lukas Enembe Kooperatif Jalani Pemeriksaan
Direktur Papua Anti-Corruption Investigation Anthon Raharusun meminta Lukas Enembe dapat kooperatif menjalani pemeriksaan kasus dugaan korupsi.
Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
TRIBUNNEWS.COM - Direktur Papua Anti-Corruption Investigation Anthon Raharusun meminta Gubernur Papua Lukas Enembe dapat segera memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Anthon juga berharap, Lukas Enembe dapat kooperatif menjalani pemeriksaan kasus dugaan korupsi.
Lukas Enembe, kata Anthon, harus berani bertanggung jawab jika memang benar melakukan tindak pidana itu.
Namun jika pihaknya tetap menampik tudingan tersebut, maka diharapkan Lukas Enembe dapat segera membuktikannya.
Jika tidak segera mendatangi KPK, dikhawatirkan tudingan terhadap dirinya itu semakin bergulir.
"Pak Lukas perlu dimintai keterangan oleh KPK."
Baca juga: KPK Pernah Sebut Bisa Setop Kasus Lukas Enembe, ICW: Berlebihan dan Diskriminatif
"Sehingga bisa membuka (menepis) tudingan-tudingan yang dialamatkan kepada beliau."
"Kalau Pak Lukas tidak bisa diperiksa, maka ini tudingan itu akan semakin bergulir."
"Oleh karena itu apa yang dilakukan KPK ini (bertujuan) untuk bagaimana membuktikan bahwa memang aliran dana (yang digunakan Lukas Enembe untu kebutuhan pribadi) itu bukan berasal dari APBD."
"Termasuk (membuktikan aliran dana) yang juga lari ke Kasino, pembelian jam tangan dan lain sebagainya," tegas Anthon dikutip dari Kompas Tv, Senin (26/9/2022).
Tak hanya Anthon, Tokoh Pemuda Papua Martinus Kasuay juga sepakat bahwa proses hukum kasus korupsi Lukas Enembe, harus terus berjalan.
Baca juga: Hobi Judi Lukas Enembe Diungkap MAKI, Kerap Ajukan Izin Berobat Demi Judi di Luar Negeri
Menurut Martinus, sudah sewajarnya siapapun yang bersalah harus diberikan sanksi hukuman sesuai dengan proses hukum yang berlaku.
Kasus korupsi yang menjerat Lukas Enembe ini, kata Martinus, merupakan kasus pribadi yang tidak ada kaitannya dengan politisasi ataupun kriminalisasi.
"Kasusnya murni kaitannya dengan hukum," kata Martinus saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Minggu (25/9/2022).