Novel Bawedan Tanggapi Penanganan Kasus Korupsi Lukas Enembe: Harus Tuntas dan Apa Adanya
Kata Novel, proses kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Lukas Enembe itu harus dilakukan secara tuntas dan apa adanya.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menanggapi perihal proses penanganan kasus Gubernur Papua Lukas Enembe.
Kata Novel, proses kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Lukas Enembe itu harus dilakukan secara tuntas dan apa adanya.
Hanya saja, pria yang kini menjabat sebagai ASN Polri itu enggan berbicara lebih jauh perihal kasus tersebut sebab sudah tidak bertugas untuk KPK.
"Ya memang idealnya penanganan perkara korupsi itu dilakukan dengan tuntas dan apa adanya," kata Novel saat ditemui awak media di Kawasan Bulungan, Jakarta Selatan, Selasa (27/9/2022).
Baca juga: Komisi III DPR Dukung KPK Jemput Paksa Gubernur Papua Lukas Enembe: Jangan Ragu Tegakkan Hukum
"Jadi saya mohon maaf tidak bisa komentari lebih jauh walaupun tentunya berpandangn bahwa penanganan perkara harus dilakukan apa adanya dan tuntas," sambungnya.
Meski demikian, Novel merasa prihatin dengan kondisi KPK saat ini sebab dirinya beranggapan masih banyak masalah yang berada di internal KPK.
Dalam artian lain kata dia, kasus penetapan tersangka Lukas Enembe yang hingga kini belum diperiksa hanya sebagian kecil masalah yang ada di tubuh lembaga antirasuah tersebut.
"Masalahnya kita sekarang prihatin dengan kondisi KPK. Bukan sekadar masalah itu saja, tapi kita bisa melihat bahwa ternyata di internal KPK juga masalahnya masih banyak," tukas dia.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan tidak ada yang bisa menghentikan pihaknya memproses hukum Gubernur Papua Lukas Enembe.
Namun, KPK memiliki tiga syarat untuk bisa menghentikan suatu perkara yang masuk dalam tahap penyidikan.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango memerinci, syarat pertama penyidik menghentikan proses hukum apabila tidak ditemukannya bukti yang cukup.
"Yang kedua bila kemudian penyidik mengeklaim kalau perkara ini bukan perkara pidana, ketiga kalau penyidikan itu dihentikan dengan didukung, misal tersangka meninggal dan sebagainya, kedaluwarsa perkaranya," ucap Nawawi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (27/9/2022).
Lembaga antirasuah itu juga menekankan tidak akan terpengaruh dengan celotehan pengacara Lukas Enembe, Stefanus Roy Rening.
Pria berlatar belakang hakim itu menyampaikan meski Lukas Enembe bisa membuktikan memiliki tambang emas, hal itu tidak bisa menghentikan penyidikan.
Namun, KPK selama proses penyidikan akan mendengar setiap keterangan yang ada.
"Ada tidaknya soal yang bersangkutan memiliki tambang emas atau apa pun itu, silakan disampaikan di dalam pemberian keterangan di depan teman-teman penyidik," kata Nawawi.
Seperti diketahui, Stefanus Roy Rening, kuasa hukum Gubernur Papua Lukas Enembe menawarkan kepada KPK untuk menempuh restorative justice atau keadilan restoratif terkait kasus dugaan korupsi yang menjerat kliennya.
"Mau diskusikan, kami cari restorative justice-nyalah, keadilan untuk semua baik untuk semua dan yang paling penting adalah bagaimana bangsa kita tegak berdiri mengawal pemberantasan korupsi di Indonesia," kata Stefanus Roy Rening saat mendatangi Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (26/9/2022).
Tawaran restorative justice ini disampaikan mengingat kondisi kesehatan Lukas Enembe yang tidak memungkinkan untuk memenuhi panggilan pemeriksaan KPK.
Seperti diketahui, KPK sudah menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi terkait pengerjaan atau proyek yang bersumber dari APBD Provinsi Papua.
KPK sudah memanggil Lukas sebanyak dua kali. Namun, Ketua DPD Demokrat Papua itu mangkir dari panggilan KPK.