Mengenal Apa Itu Resesi Ekonomi, Ini Penyebab hingga Dampaknya
Mengenal Resesi Ekonomi, menunjukkan kondisi perekonomian suatu negara sedang memburuk. Berikut faktor dan dampak terjadinya Resesi Ekonomi.
Penulis: Enggar Kusuma Wardani
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Resesi adalah suatu kondisi yang menunjukkan perekonomian suatu negara sedang memburuk.
Resesi dapat terlihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang negatif, pengangguran meningkat, maupun pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, resesi merupakan kelesuan dalam kegiatan dagang, industri, dan sebagainya (seolah-olah terhenti); menurunnya (mundurnya, berkurangnya) kegiatan dagang (industri).
Dikutip dari sikapiuangmu.ojk.go.id, pandemi Covid-19 menjadi satu di antara penyebab terjadinya resesi di sejumlah negara.
Pasalnya, akibat pandemi ini aktivitas ekonomi mulai terganggu sehingga menyebabkan pelemahan daya beli serta perlambatan ekonomi.
Selain itu, Resesi yang terjadi pada sejumlah negara tersebut bahkan menyebabkan peningkatan angka pengangguran dan jumlah penduduk miskin.
Baca juga: Dampak Resesi Global bagi Indonesia, Serta Langkah Pencegahannya oleh Pemerintah
Penyebab Resesi Ekonomi
Dikutip dari laman Gramedia, resesi disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:
1. Inflasi
Inflasi merupakan proses meningkatnya harga secara terus-menerus.
Sesungguhnya, Inflasi bukanlah suatu hal yang buruk.
Namun inflasi yang berlebihan dapat menjadi berbahaya, sebab akan membawa dampak resesi.
2. Deflasi Berlebihan
Deflasi dapat memberikan dampak yang lebih buruk terhadap resesi, dibanding Inflasi.
Deflasi merupakan kondisi saat harga turun dari waktu ke waktu dan yang menyebabkan upah menyusut, kemudian menekan harga.
Secara langsung, deflasi akan berdampak pada pemilik usaha, baik penyedia barang mupun jasa.
Ketika individu dan unit bisnis kemudian berhenti mengeluarkan uang hal ini kemudian akan berdampak pada rusaknya ekonomi.
Baca juga: Penyebab Resesi: Terlalu Banyak Inflasi hingga Utang yang Berlebihan
3. Gelembung Aset
Gelembung Aset merupakan satu faktor penyebab terjadinya resesi.
Hal tersebut terjadi ketika banyak investor yang panik dan segera menjual sahamnya atau sering disebut sebagai 'kegembiraan irasional'.
Kegembiraan ini menggembungkan pasar saham dan real estate.
Hingga akhirnya gelembung tersebut pecah dan terjadilah panic selling yang dapat menghancurkan pasar dan kemudian menjadi penyebab resesi.
4. Guncangan Ekonomi yang Mendadak
Guncangan ekonomi yang mendadak dapat memicu resesi serta berbagai masalah ekonomi yang serius.
Mulai dari tumpukan hutang baik secara individu maupun perusahaan.
Banyak utang yang dimiliki kemudian otomatis membuat biaya pelunasannya juga meninggi.
Biaya dalam melunasi hutang tersebut lama-lama akan meningkat ke titik dimana mereka tidak dapat melunasinya lagi.
Baca juga: Sri Mulyani Ungkap Ekonomi Global Kian Dekati Jurang Resesi, Ini Indikasinya
5. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Berkembangnya teknologi juga menyumbang faktor terjadinya resesi.
Sebagai contoh pada abad ke-19, terjadi gelombang peningkatan teknologi hemat tenaga kerja.
Revolusi yang dinamakan juga revolusi industri ini kemudian membuat seluruh profesi menjadi usang, dan memicu resesi.
Saat ini, beberapa ekonom khawatir bahwa Artificial Intelligence (AI) dan robot akan menyebabkan resesi lantaran banyak pekerja kehilangan mata pencahariannya.
6. Ketidakseimbangan Produksi dan Konsumsi
Keseimbangan konsumsi dan produksi menjadi dasar pertumbuhan ekonomi.
Di saat produksi dan konsumsi tidak seimbang, maka terjadilah masalah dalam siklus ekonomi.
Tingginya produksi yang tidak dibarengi dengan konsumsi akan berakibat pada penumpukan stok persediaan barang.
Namun rendahnya konsumsi sementara kebutuhan kian tinggi akan mendorong terjadinya impor.
Hal ini kemudian akan berakibat pada penurunan laba perusahaan sehingga berpengaruh pada lemahnya pasar modal.
7. Pertumbuhan Ekonomi Merosot selama Dua Kuartal Berturut-turut
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu indikasi yang digunakan dalam menentukan baik tidaknya kondisi ekonomi suatu negara.
Jika pertumbuhan ekonomi mengalami kenaikan maka negara tersebut masih dalam kondisi ekonomi yang kuat.
Begitu pula sebaliknya, jika PDB mengalami penurunan maka pertumbuhan ekonomi negara yang bersangkutan mengalami resesi.
Baca juga: Pengamat Sebut Kenaikan Harga BBM Tak akan Picu Resesi di Indonesia
8. Nilai Impor Lebih Besar dari Impor
Negara yang tidak dapat memproduksi kebutuhannya sendiri kemudian mengimpor dari negara lain.
Sebaliknya, negara yang memiliki kelebihan produksi dapat mengekspor ke negara yang membutuhkan komoditas tersebut.
Namun, nilai impor yang lebih besar dari nilai ekspor dapat berdampak pada perekonomian yaitu defisitnya anggaran negara.
9. Tingkat Pengangguran Tinggi
Tenaga kerja sebagai salah satu faktor yang berperan penting dalam penggerak perekonomian.
Jika suatu negara tidak mampu menciptakan lapangan kerja yang berkualitas bagi para tenaga kerja lokal, maka tingkat pengangguran meningkat.
Resikonya adalah tingginya tingkat kriminal guna memenuhi kebutuhan hidup.
Baca juga: Imbas Kenaikan Suku Bunga, Bank Dunia: Sinyal Resesi Global di 2023 Makin Terlihat Jelas
Dampak Resesi Ekonomi
Masih mengutip Gramedia, berikut dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya Resesi:
1. Dampak Resesi Pada Pemerintahan
Dampak Resesi yang paling terasa dalam pemerintahan yakni meningkatnya jumlah pengangguran.
Pemerintah kemudian dituntut untuk segera menemukan solusi mengakhiri resesi sehingga lapangan kerja kembali terbuka guna menyerap tenaga kerja.
Selain itu Pinjaman pemerintah juga akan melonjak tinggi sebab Pemerintah di setiap negara membutuhkan dana yang cukup untuk membiayai berbagai kebutuhan yang berkaitan dengan upaya pembangunan negara.
Sumber pendapatan negara yang berasal dari pajak dan non pajak juga menjadi sangat rendah.
Hal tersebut disebabkan pada saat resesi pekerja menerima penghasilan lebih rendah, sehingga pemerintah menerima pajak penghasilan yang lebih rendah.
Oleh karena itu, hal tersebut berpengaruh pada pendapatan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) yang lebih rendah pula.
Selain itu pembangunan tetap dituntut untuk terus dilakukan di berbagai sektor pemerintahan termasuk diantaranya menjamin kesejahteraan rakyatnya.
Penurunan pendapatan pajak dan meningkatnya pembayaran kesejahteraan mengakibatkan defisit anggaran dan kian meningginya utang pemerintah.
Baca juga: Negara Miskin di Eropa Ini Semakin Terjepit Resesi, Inflasi Lebihi 30 Persen
2. Dampak Resesi Pada Perusahaan
Akibat adanya Resesi dapat memungkinkan terjadinya kebangkrutan pada suatu usaha atau bisnis.
Hal ini dipicu oleh berbagai faktor, seperti ekonomi negatif, tergerusnya sumber daya riil, krisis kredit, jatuhnya harga aset berbasis utang, dan lainnya.
Ketika bisnis gagal, perusahaan mengalami penurunan pendapatan secara drastis.
Saat penurunan pendapatan terjadi kemudian memicu efek domino terhadap kehidupan ekonomi pekerjanya.
Dengan terjadinya resesi, masyarakat tentunya lebih berhati-hati dalam menggunakan uangnya.
Sehingga tingkat permintaan terhadap barang dan jasa mengalami penurunan.
Permintaan yang menurun, tentu saja akan turut menurunkan laba perusahaan.
Bahkan apabila permintaan tidak ada sama sekali perusahaan berisiko mengalami kerugian besar hingga bangkrut.
3. Dampak Resesi Pada Pekerja
Resesi memberikan dampak nyata pada para pekerja yaitu dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Hal tersebut menjadikannya pengangguran dan membuatnya kehilangan pendapatan utama.
Masalah pengangguran sendiri tak hanya menimbulkan dampak pada perekonomian tapi juga pada ranah sosial.
Tingkat pengangguran yang tinggi menjadi satu faktor penyebab terjadinya ketidakstabilan sosial, yang mengarah kepada vandalisme dan kerusuhan di masyarakat.
(Tribunnews.com/Enggar Kusuma)