VIDEO EKSKLUSIF Yunarto Wijaya: Sekarang Elektabilitas Jokowi Sudah Kalah dari Ganjar dan Anies
Yunarto Wijaya menyebut elektabilitas Joko Widodo (Jokowi) sudah kalah dari Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan
Editor: Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya menyebut elektabilitas Joko Widodo (Jokowi) sudah kalah dari Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Hal itu terungkap dari sejumlah hasil survei nasional mengenai sosok calon presiden untuk Pemilu 2024.
Yunarto Wijaya mengatakan hal ini untuk menanggapi wacana memasangkan Jokowi menjadi Calon Wakil Presiden (cawapres) dari Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
"Ada temuan linier lain yang memperlihatkan bahwa masuk akal masyarakat dan responden akan menolak mengenai ide Prabowo-Jokowi ini," ungkap pria yang akrab disapa Toto saat wawancara eksklusif Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra, di kantor Tribunnews.com, di Jakarta, Senin (26/9/2022).
Toto menyangsikan berapa banyak pemilih Jokowi pada pemilu kemarin yang akan kembali memberikan suaranya.
Secara faktual juga Charta Politika kemarin memperlihatkan ternyata 57 persen menolak.
"Sekarang Jokowi sudah jauh angkanya, sudah kalah dengan Ganjar, sudah kalah dari Pak Prabowo, dan sudah kalah dengan Anies," tukasnya.
Berikut petikan wawancara eksklusif Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dengan Yunarto Wijaya:
Mengapa sih hasil survey Anda sebagian besar menolak Pak Jokowi tiga periode atau menjadi Wakil Presiden, apakah karena secara konstitusional atau etik mereka melihat tidak bagus?
Pertama saya menjawab dulu kalau Pak Prabowo berhalangan tetap lalu Pak Jokowi bisa menggantikan Pak Prabowo. Berartikan Pak Jokowi tiga kali jadi Presiden apakah ini tidak melanggar logika yang ada di Pasal 7 UUD 45.
Memang tidak dijelaskan secara leterlek, tapi kondisi yang dijelaskan tadi memperlihatkan bahwa semangat yang ada di Pasal 7 dan Pasal 8 sebenarnya tidak memperbolehkan mengenai seorang Presiden yang maju kembali karena ada sesuatu yang akan bertabrakan.
Kedua, kalau kita mau berkaca undang-undang yang lebih khusus terkait kepala daerah.
Undang-undang nomor 1 tahun 2015 belum mengatur apabila ada seorang sudah dua kali menjadi kepala daerah apakah boleh maju jadi wakil.
Maka kemudian ada Pak Bambang DH yang sudah dua periode menjadi Walikota Surabaya kemudian menjadi Wakil Walikota.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.