Bawa Tiga Tuntutan, Masyarakat Madani Nyatakan Sikap Tolak DPR Hentikan Hakim MK Aswanto
Masyarakat Madani menyampaikan pernyataan sikap atas keputusan DPR RI yang memberhentikan dan melakukan penggantian terhadap Hakim Konstitusi Aswanto.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah elemen Masyarakat Madani menyampaikan pernyataan sikap atas keputusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) yang memberhentikan dan melakukan penggantian terhadap Hakim Konstitusi Aswanto.
Aksi pernyataan sikap ini dilakukan di depan Gedung Mahkamah Konsitusi (MK), Jakarta Pusat, Selasa (4/10/2022).
Perwakilan Masyarakat Madani, Titik Anggraeni mengatakan tindakan DPR tersebut melanggar konstitusi dan peraturan perundang-undangan, anti demokrasi, sewenang-wenang, arogan, dan juga semakin menunjukkan sikap kecongkakan dari DPR itu sendiri.
"Tindakan ini menunjukkan ketidakpatuhan lembaga tinggi negara pada supremasi konstitusi yang berkedaulatan rakyat," jelas Titik di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (4/9/2022).
"Di mana Hakim Konstitusi sebagai bagian dari kekuasaan kehakiman yang merdeka, tidak dapat diintervensi atau bahkan dipengaruhi dalam menjalankan tugas dan kewenangannya dalam menjaga dan menegakkan Konstitusi," tambahnya.
Sebagai sikap protes dan penolakan atas keputusan DPR tersebut, Masyarakat Madani menyatakan sikap, sebagai berikut:
Pertama meminta DPR harus patuh dan tunduk pada Konstitusi, Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, Putusan MK, serta peraturan perundang-undangan lain terkait pengangkatan dan pemberhentian seorang Hakim Konstitusi.
Kedua, DPR mesti mengubah keputusannya yang memberhentikan Hakim Konstitusi Aswanto dan memulihkan hak Aswanto sebagai Hakim Konstitusi.
"Meminta kepada presiden untuk tidak menindaklanjuti proses penggantian Hakim Konstitusi Aswanto yang terang benderang tidak memiliki dasar hukum karena dilakukan bertentangan dengan konstitusi dan hukum yang berlaku," jelas Titik.
Baca juga: Begini Respons Ketua DPR Soal Pencopotan Aswanto dari Hakim MK yang Tuai Protes
Untuk diketahui, Undang-Undang No. 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Mahkamah Konstitusi menghapuskan periodesasi masa jabatan Hakim Konstitusi menjadi batas minimal dan maksimal seseorang dapat menjadi Hakim Konstitusi.
Ketentuan ini kemudian diuji dan dilutus oleh MK dalam Putusan Nomor 90/PUU-XVIII/2020, 96/PUU-XVIII/2020, 100/PUUXVIII, dan 56/PUU-XX/2022.
Putusan-Putusan tersebut menegaskan ketentuan peralihan masa jabatan Hakim Konstitusi diperlukan tindakan hukum untuk menegaskan pemaknaan ketentuan tersebut.
Lebih lanjut, mahkamah menerangkan bahwa tindakan hukum yang dimaksud adalah konfirmasi yang disampaikan oleh lembaga yang mengajukan Hakim Konstitusi yang sedang menjabat.