Penggunaan Gas Air Mata, Jangan Samakan Pengamanan Sepakbola dengan Aksi Demonstrasi
keputusan menembakkan gas air mata oleh pihak kepolisian kepada suporter Arema FC di Stadion Kanjuruhan telah menyalahi prosedur.
Editor: Johnson Simanjuntak
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Save our Soccer (SOS) Akmal Marhali menyebut, keputusan menembakkan gas air mata oleh pihak kepolisian kepada suporter Arema FC di Stadion Kanjuruhan telah menyalahi prosedur.
Penembakan gas air mata itu dikatakan Akmal, melanggar aturan FIFA tentang Safety and Security Stadium pasal 19 Poin B yang dimana senjata api dan gas air mata dilarang masuk dalam stadion.
"Bahwa pengamanan sepakbola itu berbeda dengan pengamanan demonstrasi," kata Akmal ketika dihubungi Tribunnews.com, Selasa (4/10/2022).
Tak hanya itu, Akmal juga menyalahkan pihak Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) yang tidak memberitahukan pihak polisi mengenai larangan penggunaan gas air mata itu.
Buntutnya, ia menilai keputusan itu menjadi salah satu penyebab terjadinya tragedi besar bahkan masuk dalam kategori tragedi terdasyat di dunia.
"Melebihi tragedi Hesyel pada 29 Mei 1985 yang menewaskan 39 orang," ungkapnya.
Atas dasar itu, dirinya menekankan agar pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga RI (Menpora) untuk meneggakan aturan Pasal 13 Undang Undang Nomor 11 tahun 2022 tentang Sistem Keolahragaan Nasional.
Baca juga: Soal Penggunaan Gas Air Mata di Tragedi Kanjuruhan, Indonesia Bisa Lolos Sanksi Berat FIFA?
Adapun bunyi dalam aturan itu yakni, Penyelenggara kegiatan olahraga yang tidak memenuhi persyaratan teknis keolahragaan, kesehatan, keselamatan, ketentuan daerah setempat, keamanan, ketertiban umum, dan kepentingan publik sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 Miliar.
"Itu semua sudah diatur dan harus dilakukan untuk menghukum pihak-pihak terkait," sebut Akmal.